Mengingat popularitas olahraga bola sepak di Indonesia, tak heran posisi ketua umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) jadi kursi menggiurkan. Ia bahkan disebut punya kekuatan politik tersendiri. Tak heran, posisi itu kerap jadi rebutan berbagai pihak. Sejumlah KLB diwarnai konflik kepentingan ini, meski pada akarnya tetap saja kondisi carut-marut persepakbolaan Indonesia turut menjadi faktor.
Pada 2011, seruan KLB tak lepas dari stagnasi prestasi sepak bola Indonesia dan kesewenang-wenangan PSSI. Nurdin Halid yang merupakan ketua umum PSSI saat itu adalah juga seorang tersangka namun bisa tetap menjabat, bertentangan dengan aturan FIFA.
Sistem Liga Indonesia dibongkar pasang seenaknya skema kompetisinya. Tim yang sudah dipastikan terdegradasi, mislanya, bisa bertahan di divisi utama hanya dengan keputusan PSSI semata. Kondisi saat itu memicu dilahirkannya kompetisi tandingan. Di Indonesia kemudian berjalan dua kompetisi, yakni Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI).
Galaran Piala AFF 2010 kemudian jadi penentu. Pecahnya kerusuhan ribuan pengantre tiket di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, pada 26 Desember 2010 membuat desakan mundur bagi Nurdin Halid mengemuka di jagad maya. Kegemilangan Timnas Indonesia di fase-fase awal kompetisi itu memunculkan euforia yang kemudian dipolitisasi petinggi PSSI dan pemerintah. Saat ternyata kemudian Timnas keok melawan Malaysia di laga final, kemarahan kian memuncak. Nurdin Halid jadi musuh masyarakat.
Tapi upaya mendongkel Nurdin Halid bukan perkara mudah sebab kekuasaannya yang sedemikian mengakar di PSSI. Pada akhirnya, seperti saat ini, FIFA juga yang turun tangan dengan merilis keputusan rapat Komite Darurat FIFA yang digelar pada 1 April 2011 terkait kisruh PSSI. Nurdin kemudian tak boleh lagi menjabat.
Komite Normalisasi juga mengambil alih tugas dan wewenang Komite Eksekutif PSSI. Misi Komite Normalisasi yang dibentuk FIFA adalah; pertama, mengorganisasikan pemilihan pengurus baru PSSI sesuai dengan electoral code FIFA dan Statuta PSSI sebelum 21 Mei 2011.
Pada akhirnya, setelah beberapa kali ditunda dan sempat deadlock, Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (KLB PSSI) diselenggarakan pada 9 Juli 2011 di Solo. Didukung kubu George Toisutta-Arifin Panigoro atau Kelompok 78, kursi ketua umum induk sepak bola nasional itu diraih oleh Djohar Arifin Husin (61 tahun).
Ternyata, dualisme belum berhenti dipicu perubahan LPI menjadi kompetisi resmi PSSI. Hal ini berujung kembali pada pelaksanaan KLB PSSI pada 9 Desember 2012 di Palangkaraya yang kembali mencapai jalan buntu dan FIFA serta AFC kembali harus turun tangan.
Campur tangan FIFA dan AFC ini kemudian berujung kembali pada KLB di Jakarta pada 17 Maret 2013. KLB ini berujung pada unifikasi kembali kompetisi. LPI dan ISL kemudian digabungkan menjadi Liga Super Indonesia (LSI).
Istirahat tak lebih dua tahun saja, PSSI kembali dilanda rame-rame. Kali ini pasalnya terkait pengungkapan mafia sepak bola dalam laga sandiwara PSS Sleman vs PSIS Semarang yang berujung lima gol bunuh diri di Yogyakarta. Pemerintah membentuk tim guna menyelidiki kasus itu yang kemudian ditolak PSSI.
KLB kemudian digelar pada 18 April 2015 di Surabaya dan La Nyalla Mattalitti terpilih menjadi ketua umum. Sehubungan penolakan penyelidikan eksternal oleh PSSI di atas, pemerintah enggan mengakui kepengurusn PSSI hasil KLB. Celakanya, hal ini dilihat sebagai campur tangan pemerintah yang kemudian berujung sanksi pembekuan PSSI.
Saat La Nyalla kemudian terjerat kasus hukum pada 2016, PSSI kembali menggelar KLB pada 13 Mei 2016 di Jakarta dengan hasil HInca Pandjaitan sebagai pelaksana tugas ketua umum PSSI. Hal ini dilanjutkan KLB pada 10 November 2016 yang menghasilkan Letjen Edy Rahmayadi sebagai ketua umum.
Namun selepas dari ketentaraan, Edy punya ambisi mencalonkan diri dalam pilkada Sumatra Utara. Muncul kekhawatiran jabatannya di PSSI akan digunakan sebagai alat politik. Digelarlah KLB lagi pada 27 Juli 2019. Edy menyatakan mundur kala itu dan menunjuk Joko Driyono sebagai plt ketua umum. Yang bersaggkutan ternyata kemudian kena kasus hukum pengaturan skor dan PSSI kembali tak memiliki ketua umum.
Hingga akhirnya pada 2 November 2019, digelar KLB yang secara mendadak memunculkan Mochamad Iriawan yang baru pensiun dari kepolisian sebagai kandidat yang akhirnya terpilih. Menyusul tragedi mematikan di Kanjuruhan, Malang kini posisinya terancam juga, lagi-lagi melalui KLB. []