Warga Wadas Gugat Dirjen Minerba Soal Tambang Ilegal
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Warga Wadas Gugat Dirjen Minerba Soal Tambang Ilegal (ilustrasi). | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID,PURWOREJO -- Warga Wadas lewat Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) dan Solidaritas untuk Wadas menggugat Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Sebab, membolehkan pertambangan batu andesit di Wadas yang dilakukan tanpa izin pertambangan.
Gugatan ini sekaligus menandaskan pada publik bahwa warga Wadas tidak pernah letih mengusir tambang ilegal dari bumi Wadas. Salah satu sesepuh Wadas, Marsono mengatakan, warga akan terus menjaga bumi Wadas dari pertambangan ilegal.
Marsono meminta kepada Mahkamah Agung untuk benar-benar memberi perhatian atas upaya-upaya hukum yang sedang dilakukan warga Wadas dan Jaringan Solidaritas Wadas. Ia menegaskan, warga Wadas tidak ingin ruang hidup mereka dirusak.
Apalagi, ia mengingatkan, negara mengaku ingin menyejahterakan masyarakat. Tapi, sampai detik ini negara terus berusaha merusak ruang hidup dan merampas ruang hidup warga yang hidup di Desa Wadas. Marsono menekankan, itu tidak benar.
"Mohon MA yang sampai saat ini warga Wadas mengajukan gugatan adanya pertambangan ilegal di Desa Wadas ini, saya mohon untuk benar-benar diperhatikan. Kalau misal negara selama ini masih meresahkan masyarakat, kapan Indonesia ini mau merdeka," kata Marsono, Kamis (3/11).
Pada 28 Juli 2021, Dirjen Minerba Kementerian ESDM menerbitkan Surat Nomor T-178/MB.04/DJB.M/2021. Perihal Tanggapan atas Permohonan Rekomendasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Bendungan Bener ke Dirjen SDA KemenPUPR.
Surat tersebut intinya membolehkan rencana pertambangan di Wadas dilakukan tanpa izin pertambangan. Ini melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta aturan-aturan turunannya.
Tidak ada klausul atau pasal membolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun. Artinya, baik perorangan, kelompok, badan usaha apapun hanya dapat melakukan pertambangan bila telah mendapatkan izin.
Baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, atau IUP Penjualan. Tanpa izin pertambangan, maka aktivitas itu masuk kategori pertambangan ilegal.
Direktur LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia menuturkan, rencana tambang di Desa Wadas sejak awal dilakukan melawan hukum dan sewenang-wenang oleh pemerintah dan pemrakarsa. Pemerintah coba melakukan penyelundupan hukum untuk tambang di Wadas.
Tidak ada itu klausul atau pasal dalam UU Minerba membolehkan tambang dilakukan tanpa izin. Baik kepentingan nasional atau untuk kepentingan komersial, tambang tetap tambang dan siapapun yang akan melakukan pertambangan harus kantongi izin.
"Itu amanat UU Minerba, kalau tidak ada izin namanya tambang ilegal, aturannya jelas. Jadi pemerintah jangan bertindak seolah hukum sendiri yang bisa seenaknya menabrak aturan perundang-undangan," ujar pendamping hukum warga Wadas tersebut.
Julian juga berharap gugatan ini menjadi energi baru bagi perjuangan warga Wadas dalam mempertahankan tanahnya dari rencana tambang. Selain itu, gugatan ini juga menjadi koreksi atas tindakan sewenang-wenang pemerintah dalam mengelola negara.
Sekaligus, lanjut Julian, menguji integritas lembaga peradilan dalam proses penegakan keadilan bagi rakyat. Mereka akan menyurati MA mengutus hakim terbaik, memiliki keberpihakan kepada rakyat dan HAK untuk menangani perkara Wadas ini.
"Putusan gugatan Wadas sebelumnya di PTUN Semarang cukup mengecewakan kami. Ada beberapa catatan kritis LBH Yogya dan akademisi atas pertimbangan-pertimbangan majelis hakim. Makanya, untuk gugatan ini, kami minta MA memberi hakim terbaik," kata Julian.