REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov kembali menyampaikan bahwa negaranya tak menolak negosiasi dengan Ukraina. Penolakan semacam itu, kata Lavrov, justru muncul dari Kiev sendiri.
"Kami telah berulang kali mengkonfirmasi melalui presiden kami bahwa kami tidak menolak untuk bernegosiasi. Jika ada yang menolak untuk bernegosiasi, itu adalah Ukraina. Semakin lama (Ukraina) terus menolak, semakin sulit untuk mencapai kesepakatan," kata Lavrov kepada awak media di sela-sela KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Lavrov pun menyoroti persyaratan tak realistis yang diajukan Ukraina sebelum memulai negosiasi. Menurutnya, hal tersebut turut menjadi faktor penghambat dimulainya dialog atau perundingan. Diplomat berusia 72 tahun itu juga telah membantah kabar yang menyebut bahwa Amerika Serikat (AS) telah membuka jalan agar Rusia dan Ukraina dapat bernegosiasi.
"Mengenai laporan bahwa Amerika diduga sedang mempersiapkan beberapa negosiasi: rumor ini terus muncul dan juga dengan keberhasilan yang sama kemudian menghilang. Kami tidak lagi bereaksi terhadapnya," kata Lavrov.
"Kami ingin melihat bukti nyata bahwa Barat sangat tertarik untuk mendisiplinkan (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelensky dan menjelaskan kepadanya bahwa ini tidak dapat dilanjutkan, bahwa ini bukan untuk kepentingan rakyat Ukraina atau kepentingannya sendiri," tambah Lavrov.
Pada Selasa lalu, Zelensky mengatakan, pertemuan puncak KTT G20 merupakan momentum tepat untuk menghentikan perang Rusia di negaranya. Dia menekankan, perang harus diakhiri dengan adil sesuai Piagam PBB dan hukum internasional.
“Saya yakin sekarang adalah waktunya ketika perang destruktif Rusia harus dan dapat dihentikan,” kata Zelensky dalam pidatonya untuk KTT G20.