REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak mudah menjadi remaja. Menginjak tahap usia tersebut, individu dituntut memiliki keterampilan baru seperti mengelola emosi, lebih banyak kemandirian, juga tanggung jawab membuat keputusan. Tidak sedikit orang dewasa kebingungan memahami tingkah remaja.
Sains berupaya membantu orang dewasa memahami cara remaja melakukan proses pengambilan keputusan. Dengan otak yang masih berkembang, tentunya remaja tidak memiliki kompetensi sebaik orang dewasa sehingga cenderung melakukan kesalahan.
Selama masa remaja, ada banyak situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan. Bisa jadi saat mencoba sesuatu yang baru, mendekati lawan jenis yang dianggap menarik, atau kecenderungan ingin melanggar aturan yang ditetapkan oleh keluarga. Semua keputusan tersebut melibatkan dua area otak berbeda.
Ada sistem mesolimbik yang bertanggung jawab mengatur sistem penghargaan tubuh. Sistem itu memperkuat pengulangan perilaku yang menciptakan kesenangan (seperti pergi jalan-jalan dengan teman) atau perilaku bertahan hidup (seperti minum air di hari panas).
Aktivasi sistem mesolimbik sebagian dimediasi oleh produksi hormon. Inilah mengapa selama masa remaja aktivasinya sangat tinggi. Korteks prefrontal juga merupakan area utama otak saat remaja, yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif seperti pengaturan impuls dan pengendalian diri.
Salah satu fungsinya adalah untuk menilai konsekuensi dari suatu perilaku. Namun, korteks prefrontal sedang berkembang selama masa remaja. Artinya, ada defisit kematangan di daerah otak yang bertanggung jawab atas kontrol perilaku.
Ketidakseimbangan ini, yang dalam literatur ilmiah disebut "model sistem ganda", merupakan kunci untuk memahami alasan remaja membuat keputusan yang kurang sesuai dengan persetujuan orang dewasa. Bagi remaja, sistem pencarian kesenangan yang sangat aktif digabungkan dengan sistem regulasi perilaku sadar yang berkembang. Singkatnya, itu adalah kombinasi sempurna bagi remaja untuk terlibat dalam perilaku yang dianggap berisiko oleh orang dewasa.
Selain perkembangan individu, dunia sosial remaja juga menjadi kunci. Pada tahun-tahun jelang kedewasaan, teman sebaya menjadi bagian mendasar dari sosialisasi dan pembelajaran. Remaja laki-laki dan perempuan belum melepaskan diri sepenuhnya dari keluarga, tetapi sudah memperluas lingkaran sosial.
Mereka mencari kepercayaan, dukungan, dan keamanan pada teman-teman. Remaja beradaptasi dan menyesuaikan perilaku untuk bisa menjadi bagian dari kelompok dan merasa terintegrasi ke dalam kelompok. Bahkan, norma kelompok bisa mengatur perilaku individu.
Perkembangan remaja merupakan proses yang kompleks dengan karakteristik yang sangat khusus. Mereka memang belum bisa dianggap dewasa, tapi perilaku kekanak-kanakan juga lazimnya sudah tidak dilakukan. Kerap mengambil risiko menjadi ciri khas masa remaja. Namun, tahap ini tidak harus menjadi "momok".
Membuat kesalahan dan mengambil risiko adalah sebuah proses pembelajaran. Meski begitu, penting bagi orang dewasa untuk menjelaskan (dengan hati-hati dan penuh pemahaman) tentang beragam konsekuensi dan batasan dari keinginan bereksperimen.
Bagi orang dewasa yang memiliki anak atau anggota keluarga yang masih remaja, perlu mengingat bahwa remaja sudah bertekad mandiri, namun tetap ingin diperhatikan. Remaja juga sebaiknya didengarkan dan dipahami saat menghadapi masa-masa sulit, dikutip dari laman The Conversation, Kamis (24/11).