Rabu 30 Nov 2022 06:50 WIB

Begini Strategi NFA Jaga Stabilitas Harga Beras Jelang Nataru

Cadangan beras Bulog per November ini berada di posisi 569 ribu ton

Pemerintah jaga stabilitas harga beras jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru), hal tersebut akan dilakukan melalui operasi pasar dengan mengoptimalkan cadangan beras Bulog.
Foto: Badan Pangan Nasional
Pemerintah jaga stabilitas harga beras jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru), hal tersebut akan dilakukan melalui operasi pasar dengan mengoptimalkan cadangan beras Bulog.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah jaga stabilitas harga beras jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru), hal tersebut akan dilakukan melalui operasi pasar dengan mengoptimalkan cadangan beras Bulog. Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya pada Selasa (29/11/2022), di Jakarta.

Arief menjelaskan, cadangan beras Bulog per November ini berada di posisi 569 ribu ton, sehingga untuk stabilisasi di bulan November-Desember diperlukan pelepasan stok sekitar 150-200 ribu ton per bulan untuk intervensi pasar guna menjaga agar harga beras tetap terkendali dan tidak membebani inflasi.

“Di semester ke-2 ini khususnya November-Desember menjelang Nataru memang waktunya kita melepas stok untuk pengendalian harga, terlebih pemerintah menargetkan inflasi di November dan Desember ini turun agar tidak melebihi angka pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Melalui aksi operasi pasar tersebut, Arief menargetkan stok beras di tingkat masyarakat tersedia dan stabilitas harganya terjaga. “Kita akan optimalkan stok Bulog yang tersedia sekarang sekitar 569 ribu ton, sambil terus melakukan penyerapan. Memang target kita stok beras Bulog di akhir tahun 1,2 juta ton dengan mengutamakan produksi dalam negeri, tetapi apabila sampai waktunya belum juga bisa terpenuhi, terpaksa last option harus kita cukupi dari luar,” ungkapnya.

photo
Pemerintah jaga stabilitas harga beras jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru), hal tersebut akan dilakukan melalui operasi pasar dengan mengoptimalkan cadangan beras Bulog. - (Badan Pangan Nasional)

Dari data Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) diperkirakan produksi beras di bulan November mencapai 2,2 juta ton dan Desember 1 juta ton sehingga totalnya sekitar 3 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi beras di angka 2,5-2,6 juta ton per bulan, sehingga selisihnya berkisar 2 juta ton. “Dengan stok yang ada dari panen-panen sebelumnya kebutuhan beras Nataru cukup. Kita menjamin stok beras cukup, jadi masyarakat jangan khawatir dan tidak perlu panik dengan berbelanja berlebihan, karena pemerintah akan menjaga agar stok beras ini bisa tersebar merata di masyarakat,” tegasnya.

Upaya menjaga stabilitas harga beras jelang Nataru tersebut sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo yang meminta agar semua pihak memperhatikan kesiapan bahan pangan dan energi setiap menjelang hari besar keagamaan dan nasional. Hal tersebut penting mengingat akan terjadi lonjakan konsumsi dan mobilitas.

Sedangkan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, pemerintah perlu meningkatkan cadangan beras Bulog. Lebih lanjut Arief menjelaskan, idealnya pemenuhan cadangan beras Bulog dimaksimalkan pada musim panen raya semester I (Maret dan April), sehingga pada semester II Bulog dapat melakukan intervensi pasar pada akhir tahun, dengan kisaran 150 ribu ton per bulan dan 200 ribu ton per bulan pada Januari-Februari 2023. Dalam intervensi tersebut pemerintah dapat melepas beras dengan harga Rp 8.300 per kilogram (kg) dan sampai di masyarakat dengan harga Rp 9.000 per kg.

Arief mengatakan peran cadangan beras Bulog sangat penting, sebab beras merupakan salah satu instrumen bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat, yaitu sebesar 3-4 persen penyumbang inflasi dalam tiga bulan terakhir. Di samping itu, sebagai instrumen pengendalian inflasi, cadangan beras Bulog dipergunakan untuk berbagai keperluan baik stabilisasi pasokan dan harga beras, bantuan bagi korban bencana alam, hingga bantuan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Disinyalir salah satu penyebab kurang optimalnya sistem pengelolaan cadangan beras Bulog pada semester I, yaitu kurang banyaknya outlet penyaluran cadangan beras Bulog sehingga dikhawatirkan apabila Bulog memiliki terlalu banyak stok, namun kurang dalam hilirisasinya, sehingga akan sulit dalam menjaga kualitas stoknya. Sedangkan pada saat ini, harga gabah (GKP dan GKG) di tingkat petani dan pedagang cukup tinggi akibat tingginya harga pupuk, kenaikan harga BBM, serta meningkatnya biaya operasional pelaku usaha sehingga tantangan lainnya bagi NFA ialah menjaga pertumbuhan ekonomi selaras dengan tingkat inflasi.

“Untuk itu kedepan sebaiknya kita bersama sama Kementerian dan Lembaga lainnya harus duduk menyiapkan sistem untuk mengatur turn over stok beras Bulog, salah satu caranya kembali mengintegrasikan program-program pemerintah seperti bansos, raskin menggunakan beras Bulog,” ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement