REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah memperkirakan, angka inflasi akan berkisar 5,3 persen sampai 5,5 persen year on year (yoy) per Desember 2022. Hal itu utamanya dipicu oleh kenaikan harga transportasi, makanan, dan minuman jelang serta selama Natal dan tahun baru.
"Inflasi volatile foods dan inflasi inti diperkirakan lebih tinggi daripada sebelumnya," ujar Piter kepada Republika, Ahad (1/1/2023).
Di tengah suasana Natal dan tahun baru, kata dia, biasanya dipengaruhi oleh komoditas pangan seperti daging sapi, daging ayam, dan telur yang mengalami kenaikan harga, sehingga berkontribusi terhadap kenaikan inflasi. Meski begitu, lanjutnya, inflasi pada 2022 walau meningkat cukup tinggi tapi tidak setinggi yang ditakutkan ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Cukup terkendali, apresiasi untuk keberhasilan pemerintah dan Bank Indonesia," ujar dia.
Untuk tahun ini, sambungnya, inflasi akan tetap tinggi. Faktor utama yang harus diwaspadai, kata dia, yaitu energi dan pangan.
"Pasokan global masih terganggu oleh gejolak geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina. Hanya saja, saya perkirakan inflasi tidak akan lebih tinggi dibandingkan inflasi 2022," tutur Piter.
Lihat postingan ini di Instagram
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sempat memperkirakan tingkat inflasi di dalam negeri akan mencapai 6,3 persen pada akhir 2022. Meski begitu, proyeksi tersebut terus diturunkan menjadi sekitar 5,6 persen.
Tingkat inflasi pada November 2022 sebesar 5,42 persen secara year on year (yoy). Angka itu lebih rendah dibandingkan pada Oktober 2022 yang tercatat 5,71 persen (yoy).