REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ungkapan dzikir yang paling utama adalah kalimat tahlil laa ilaaha illa Allah. Artinya, tiada Tuhan selain Allah.
Syaikhul Islam Imam Fakhruddin ar-Razi dalam ‘Ajaaibul Quraan menjelaskan bahwa frasa dzikir tersebut lebih tinggi derajatnya dari istighfar. Ketika mengucapkan dan menghayati ungkapan tahlil tersebut, maka hati akan mengingat peristiwa roh manusia dahulu ketika dilantik oleh Allah untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Laa ilaaha illa Allah adalah ungkapan sederhana, tapi maknanya sungguh luar biasa. Orang awam memahami ungkapan ini sekadar tiada Tuhan selain Allah. Sedangkan orang khusus (al-khash/ahli ibadah/shahibul ma’rifah) memahaminya lebih mendalam lagi bahwa tiada wujud hakiki di alam ini kecuali Allah atau laa wujuuda illa Allah.
Pengasuh Ma’had Darul Musthafa di Tarim Yaman, Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, sangat menganjurkan setiap Muslim untuk memperbanyak berdzikir dengan ungkapan laa ilaaha illa Allah. Seberapa banyak? Jawabannya adalah sebanyak mungkin.
Dalam sebuah pidatonya, dia menceritakan bahwa leluhurnya al-Faqih al-Muqaddam (ahli fikih lahir dan batin yang diutamakan) atau disebut al-ustadz al a’zham (guru besar), Muhammad bin Ali Ba’alawi (1178-1256 M), sangat membiasakan diri berdzikir dengan kalimat tahlil tersebut. Bahkan dalam sehari, al-Faqih al-Muqaddam berdzikir dengan kalimat tahlil tersebut hingga seratus ribu kali.
Saking seringnya berdzikir dengan kalimat tersebut, alam beserta makhluk lain di dalamnya menyegani al-Faqih al-Muqaddam.
Pernah suatu ketika, anaknya Alwi al-Ghuyur secara diam-diam mengkuti kemana sang ayah pergi. Ketika itu al-Imam al-Faqih al-Muqaddam berjalan menuju arah pesisir. Alwi mengikutinya dan ketika sampai di bibir pantai, Alwi bersembunyi di sebuah tempat.
Muhammad bin Ali ketika itu berdiri menghadap ke pantai, seperti menyambut debur ombak yang mencoba menjilatinya. Kemudian dia berdzikir mengucapkan laa ilaaha illa Allah. Dan setelah itu, segala makhluk yang ada di sana ikut mengucapkan laa ilaaha illa Allah.
Peristiwa itu menggetarkan hati Alwi al-Ghuyur. Dia tak menyangka dzikir laa ilaaha illa Allah dapat menggerakkan seisi alam untuk berdzikir yang sama.
Kisah ini masyhur di kalangan Alawiyyun. Kerap disampaikan dalam momentum zawiyah dan majelis ilmu.