Riset CfDS UGM: Adopsi Teknologi Pendidikan Praktik Baik yang Bisa Dilanjutkan
Red: Fernan Rahadi
CfDS UGM | Foto: Wahyu Suryana/REPUBLIKA
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Riset yang dilakukan Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menunjukkan adopsi educational technology (edtech) atau teknologi pendidikan yang dilakukan selama masa pandemi Covid-19 merupakan praktik baik yang bisa dilanjutkan dalam penyelenggaraan pendidikan secara hibrida di Indonesia.
Para guru dan siswa yang menjadi responden penelitian menyatakan, banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan teknologi pendidikan selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Penelitian bertajuk 'Masa Depan Pendidikan Hybrid Indonesia di Era Pasca Pandemi Covid-19' dilakukan selama setahun terakhir untuk mengetahui peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kegiatan pembelajaran dan bagaimana kelanjutan penggunaannya saat sekolah telah kembali tatap muka. Metode penelitian dilakukan melalui empat metode yaitu diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion), kunjungan sekolah, wawancara, dan survei terhadap 72 siswa dan 71 guru SMP/SMA di enam provinsi di Indonesia.
Adopsi teknologi pendidikan dalam kegiatan belajar-mengajar dinilai memberikan banyak manfaat dalam pembelajaran. Sebanyak 41 persen responden guru berpendapat, teknologi dan platform edtech membantu mereka dalam mengajar, yaitu untuk mendapatkan informasi soal materi, berkomunikasi dengan siswa, menjelaskan materi, membantu mengadopsi kemampuan digital lain, dan membuat waktu pembelajaran menjadi lebih efektif.
Sementara, dari kacamata siswa (73,61 persen), penggunaan teknologi dalam pembelajaran membantu mereka mengadopsi kemampuan digital lain.
"Selain peningkatan kecakapan digital, adopsi edtech mendorong siswa memiliki pengalaman belajar baru yang dapat dipersonalisasi dengan ragam keunikan belajar siswa," ujar peneliti CfDS yang juga Ketua Tim Penelitian, Kuskridho Ambardi, saat Digital Experts Talk yang berlangsung secara hibrida, Selasa (22/2/2023).Dodi mengungkapkan, salah satu guru di Papua, saat FGD, mengungkapkan, penggunaan teknologi pendidikan membuat pekerjaannya menjadi lebih efektif dan efisien, misalnya saat mengadakan ujian atau diminta membuat angket.
Penyimpanan awan seperti Google Drive merupakan salah satu contoh layanan yang dianggap sangat memudahkan guru dan siswa dalam menyimpan dokumen dan berkolaborasi. Layanan lain yang dianggap sangat bermanfaat dan banyak digunakan adalah Google Classroom (74,82 persen) dan Google Meet (74,83 persen).
Menurut Topari, guru TIK SMAN 1 Playen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kebiasaan baik penggunaan teknologi dalam pendidikan jangan ditinggalkan dan perlu dilanjutkan. Ia mengatakan, pandemi membuat derap laju digitalisasi pendidikan menjadi lebih kencang. Di SMAN 1 Playen, untuk sistem penilaian, telah menerapkan teknologi pendidikan dengan adanya platform Belajar.id
"Kami juga membuat platform basis learning management system-nya melalui Google Classroom," ujar Topari.
Peneliti CfDS, Amelinda Pandu Kusumaningtyas, memaparkan, berdasarkan kajian yang dilakukan CfDS dari riset ini, ada beberapa skenario dalam adopsi teknologi pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan hibrida pasca pandemi Covid-19.
Pertama, menjadikan teknologi pendidikan sebagai perangkat dalam pengelolaan pendidikan. "Adopsi edtech sebagai alat bantu penyelenggaraan dan dalam mengelola sekolah," ujar Amelinda.
Temuan riset di lapangan menunjukkan, banyak sekolah yang tetap memanfaatkan teknologi pendidikan, misalnya untuk pengumpulan tugas, pelaksanaan ujian, dan sebagai medium penyimpanan bahan ajar.
Kedua, penerapan pembelajaran campuran (blended learning). Penggunaan teknologi pendidikan bisa mulai lebih lekat dalam penyelenggaraan pendidikan dan menciptakan kolaborasi baru bagi aktor pendidikan. Melalui cara ini, pelaksanaan pembelajaran dan pengayaan siswa secara daring dan mandiri akan terwujud.
Ketiga, pembelajaran digital yang terintegrasi (integrated digital learning) dengan menerapkan penggunaan teknologi pendidikan secara utuh dalam penyelenggaraan pendidikan.
Oleh karena itu, CfDS memberikan beberapa rekomendasi. Untuk pemerintah pusat, salah satu yang direkomendasikan adalah menyusun peta digitalisasi pendidikan Indonesia. Sementara, pemerintah daerah didorong merealisasikan pemerataan sarana dan prasarana digital yang mengacu pada kebutuhan sekolah.
Selain itu, perusahaan penyedia platform teknologi pendidikan perlu mengembangkan platform dengan fitur yang selaras dengan konteks kesiapan digital di Indonesia. "Fitur-fitur platform yang dapat digunakan secara luring dan mobile friendly," kata Amelinda.
Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bonifasius Wahyu Pudjianto, mengatakan, hasil riset ini memberikan catatan penting bahwa infrastruktur teknologi menjadi keharusan. Ia mengatakan, hal ini menjadi tantangan bagi Kementerian Kominfo untuk menyediakan infrastruktur yang memadai.
"Dan tidak kalah penting, harus diberikan edukasi kepada para murid mengenai penggunaan internet untuk medium pembelajaran," kata Boni.
Kementerian Kominfo juga memastikan terus mempersiapkan infrastruktur, salah satunya peluncuran satelit baru pada tahun ini yaitu Satelit Republik Indonesia (Satria). Dengan adanya satelit ini, diharapkan seluruh daerah di Indonesia sudah terkoneksi layanan internet. Satu satelit lain rencananya akan diluncurkan pada 2024.
Sementara itu, Direktur Sekolah Menengah Pertama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, I Nyoman Rudi Kurniawan, mengatakan, pengalaman praktik belajar-mengajar selama pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa Indonesia mampu melaksanakan pembelajaran secara hibrida.
Kebiasaan-kebiasaan baik dalam proses pendidikan di masa pandemi, terutama adopsi teknologi digital, harus diteruskan. Hal ini untuk menguatkan upaya mewujudkan digitalisasi pendidikan di Indonesia yang selama ini telah dilakukan melalui program Merdeka Belajar, pemberian bantuan alat TIK oleh Kemendikbud, serta pelatihan literasi digital untuk guru oleh Kementerian Kominfo.