REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan mengurus anak bisa memunculkan perasaan lelah, stres, hingga frustrasi pada sebagian orang tua. Menumpuknya beragam perasaan negatif ini dapat membuat orang tua menjadi lebih mudah marah.
Tak jarang, orang tua menjadikan anak mereka sebagai sasaran amarah. "Sebagian besar orang menjadi mudah marah akibat stres yang menumpuk, perasaan kewalahan, serta ketidakmampuan untuk mengatasinya," ujar psikolog klinis dr Nihara Krause, seperti dilansir Independent, baru-baru ini.
Dalam kondisi seperti ini, dr Krause mengatakan orang tua bisa menjadi teramat sensitif terhadap hal apa pun yang membutuhkan upaya ekstra. Di sisi lain, mengurus anak membutuhkan banyak upaya, meski anak tersebut berkelakuan baik.
"Tak ada satu orang tua pun yang bangun pada pagi hari dengan niat untuk marah. Namun, banyak dari kita tetap melakukannya (marah)," kata psikolog dan terapis keluarga, dr Kalanit Ben Ari.
Menurut dr Ben Ari, orang tua mungkin tak selalu dalam kondisi terbaik mereka. Hal ini merupakan hal yang lumrah, karena bagaimana pun orang tua adalah manusia biasa.
Namun, terlalu sering memarahi anak bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap perasaan dan perilaku anak. Menurut Dr Krause, salah satu dampak dari ekspresi amarah orang tua yang tak terkontrol adalah membuat anak merasa cemas.
Keributan atau agresi yang sering terjadi di rumah juga dapat membuat anak merasa kurang terkoneksi. Kebutuhan emosional anak pun bisa tidak terpenuhi.
"Ini bisa melukai (anak) dan membuat mereka menunjukkan perilaku defensif untuk bisa coping," kata dr Ben Ari.
Pada sebagian anak, kondisi ini bisa berdampak pada terjadinya agresi, masalah perilaku, atau regresi perkembangan seperti mengompol atau takut tidur sendirian. Pada sebagian anak lain, dampak yang terjadi bisa berupa munculnya perasaan depresi atau terbentuknya perilaku makan yang tak sehat.
Agar orang tua bisa merasa lebih baik dan anak tak ikut terluka, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mengelola emosi diri. Berikut ini adalah enam di antaranya:
1. Mengelola stres
Orang tua dianjurkan untuk mengidentifikasi hal-hal yang menjadi pemicu stres mereka. Setelah itu, orang tua dapat mencari jalan yang positif untuk menghadapi sumber stres tersebut. Orang tua juga sangat dianjurkan meluangkan waktu untuk merawat diri sendiri, seperti melakukan olahraga atau melakukan kegiatan yang rileks.
2. Jangan tersinggung dengan perilaku anak
Perilaku yang ditunjukkan oleh anak merupakan bagian dari proses perkembangan diri mereka. Ketika mendapati adanya perilaku anak yang tak menyenangkan, jangan lekas tersinggung dan menganggapnya sebagai masalah personal. Anak mungkin saja tak tahu bahwa perilaku mereka tidak baik dan mereka perlu mendapatkan bimbingan dari orang tua untuk memperbaikinya.
3. Ingat, minta maaf tak selalu cukup
Banyak orang tua yang mungkin merasa bersalah setelah meluapkan emosi mereka kepada anak. Sebagian orang tua mungkin merasa permintaan maaf mereka bisa langsung memperbaiki kembali hubungan mereka dengan anak. Padahal, kata maaf tak selalu bisa menjadi solusi.
"Bila (marahnya orang tua) terlalu sering terjadi, kata-kata dan permintaan maaf Anda tak akan memberikan dampak," ujar dr Krause.
4. Ekspresikan dengan lembut
Saat orang tua sedang merasakan beragam emosi negatif, coba komunikasikan hal tersebut kepada anak. Orang tua bisa memberitahu anak bahwa mereka sedang merasa tidak baik dan membutuhkan waktu sendiri untuk meregulasi emosi mereka. Cara ini juga dapat menjadi contoh bagi anak untuk belajar meregulasi emosi diri.
5. Terima bahwa tak semua bisa dikontrol
Tak semua hal bisa berjalan sesuai dengan kehendak orang tua. Akan tetapi, orang tua bisa menggunakan fokus mereka pada hal-hal yang bisa dikendalikan.
6. Cari pertolongan
Bila orang tua sudah melakukan beragam upaya namun tak ada perubahan yang berarti, mungkin sudah saatnya orang tua mencari bantuan dari tenaga kesehatan mental profesional. Dengan bantuan ahli, orang tua bisa mendapatkan bimbingan yang tepat untuk mengelola stres atau amarah.