REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Imam Masjid New York Shamsi Ali menjelaskan pandangan yang dikembangkan seolah wanita dalam Islam menjadi warga kelas dua second class citizen.
"Pandangan ini tentunya sengaja dikembangkan untuk memburukkan ajaran Islam di satu sisi. Namun di sisi lain juga menjadi kritikan kepada masyarakat Islam yang jauh dari realita Islam yang sesungguhnya,"ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (12/3/2023).
Untuk mengetahui posisi wanita dalam Islam, di bawah ini ada beberapa hal yang perlu kita ketahui yaitu sebagai berikut:
Pertama, harus disadari bahwa equalitas atau kesetaraan gender tidak pernah dimaknai dengan kesamaan (sameness). Karena realita memang dua jenis manusia ini (pria wanita) tidak sama. Alquran menegaskan, “dan tidaklah sama lelaki dan wanita”.
Perbedaan itu tentu selain pada sisi fisikal, juga pada sisi kecenderungan kejiwaan. Hal ini kemudian mengantar kepada terjadi perbedaan-perbedaan dalam peranan dan tanggung dalam kehidupan.
Kedua, penekanan equalitas atau kesetaraan dalam pandangan Islam ada pada nilai (value) kemanusiaan yang didasarkan kepada tabiat dan kapasitas masing-masing. Karenanya peranan dan tanggung jawab kehidupan bisa berbeda. Tapi nilai dan value dalam kehidupan bisa sejajar.
"Seorang pria (suami) yang punya karir hebat di kantornya dan seorang wanita (istri) rumah tangga di rumah bisa memiliki nilai atau value yang sama. Dikarenakan kedua masing-masing memainkan peranan dan tanggung jawab sesuai kapasitasnya dan untuk tujuan yang sama (kebaikan kehidupan)," ujar dia.
Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab
Ketiga, sejarah kesetaraan gender dalam Islam kembali ke sejarah awal kehidupan manusia. Gambaran kesetaraan itu disampaikan dalam Alquran ketika Allah SWT memerintahkan Adam dan isterinya untuk tinggal dalam surga.
Keduanya diberikan kesempatan yang sejajar untuk menikmati surga. Lalu keduanya secara sejajar diberikan aturan untuk tidak mendekati pohon terlarang itu. Selanjutnya ketika keduanya melanggar aturan maka konsekwensi pelanggaran berlaku secara setara kepada keduanya. Seperti pada surat Al Baqarah ayat 35-37:
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ.فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُممَا مِمَّا كَانَا فِيهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَىٰ حِينٍ.فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini,sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!”
Lalu, setan menggelincirkan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari segala kenikmatan ketika keduanya ada di sana (surga). Kami berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain serta bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.”
Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Mahapenerima tobat lagi Mahapenyayang.