REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Bolehkah anak mengqadha utang puasa orang tua baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal? Bagaimana caranya? Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ustadz Syamsul Hidayat dalam Kajian Tarjih Online Universitas Muhammadiyah Surakarta - Fatwa Tarjih Muhammadiyah tentang qadha puasa yang disiarkan melalui kanal resmi TVMU Channel beberapa hari lalu menjelaskan bahwa berdasarkan firman Allah SWT dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 184 dapat dipahami apabila seseorang dalam keadaan sakit atau dalam bepergian sehingga berat untuk melaksanakan puasa maka orang tersebut boleh mengganti puasanya di hari yang lain. Sekiranya di hari lain pun orang tersebut tidak dapat menggantinya disebabkan udzur syar'i maka orang itu dapat mengganti puasa yang ditinggalkan tersebut dengan membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin.
Adapun mengenai qadha bagi orang tua yang masih hidup namun dia sudah tak mampu menggantinya disebabkan suatu udzur atau misalnya karena sering sakit-sakitan maka menurut ustaz Syamsul Islam memberikan kemudahan untuk mengganti puasa yang ditinggalkannya dengan cara membayar fidyah buka dengan cara mengqadhakan puasa orang tua yang dilakukan oleh anak.
"Jadi kalau orang tuanya belum wafat tapi sudah sepuh, sering sakit-sakitan, sehingga untuk berpuasa itu mengalami kesulitan berat, maka gantinya bukan dengan anaknya melaksanakan puasa untuk orang tuanya, tetapi membayar fidyah. Membayar fidyah ini bisa dilakukan oleh orang tua yang meninggalkan puasa itu kalau dia mampu, tetapi kalau orang tua itu tidak mampu maka bisa dilakukan (membayar fidyah itu) oleh anaknya. Fidyahnya dibayarkan oleh anaknya, jadi itu boleh," kata ustaz Samsul.
Jadi menurut ustaz Samsul cara mengqadha puasa orang tua adalah dengan anak membayarkan fidyah bukan dengan berpuasa untuk orang tuanya. Itu karena orang tuanya termasuk kategori orang tua yang tidak mampu berpuasa karena lemah fisiknya atau sakit yang sakitnya itu sulit diharapkan sembuh sehingga tidak bisa juga orang tuanya mengganti puasa itu di hari yang lainnya.
Sementara itu tentang mengqadha puasa bagi orang tua yang meninggal dunia, ustaz Samsul mengatakan ada sebuah hadits dari Aisyah yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda barangsiapa meninggal dunia padahal dia berutang puasa maka walinya yang bertanggung jawab.
Maksudnya menurut ustaz Samsul apabila ada orang tua yang meninggal dan memiliki utang puasa maka anaknya selalu ahli waris bertanggung jawab membayarkan utang puasa orang tuanya. Begitupun bila ada seorang anak yang meninggal dan punya utang puasa maka orang tuanya yang bertanggung jawab membayarkan utang puasa anaknya.
Selain itu ada juga hadits ibnu Abbas yang menjelaskan bahwa ada seorang lelaki menghadap Rasulullah lalu dia berkata bahwa ibunya telah wafat dan mempunyai utang puasa sebulan. Lelaki itu bertanya kepada Rasulullah tentang apakah dirinya bisa berpuasa menggantikan utang puasa orang tuanya. Nabi pun bersabda pada lelaki itu bahwa utang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.
Artinya menurut ustaz Samsul seorang anak bisa menggantikan puasa orang tuanya yang meninggal dengan puasa. Namun apabila orang tua tersebut masih hidup namun dalam keadaan lemah dan memiliki utang puasa maka anaknya dapat membayar utang puasa dengan fidyah. Baik fidyah itu dibayarkan oleh orang yang meninggalkan puasa itu sendiri atau kalau tidak mampu membayar fidyah maka dibayarkan oleh keluarganya.
"Tapi kalau (orang tuanya) sudah meninggal, diganti puasanya ini seperti hadits dari Aisyah dan Ibnu Abbas," katanya.