REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Pusat Eni Gustina mengapresiasi penanganan stunting yang dialami anak-anak usia di bawah lima tahun (balita) di Kabupaten Lebak, Banten, tahun 2022 menurun 4,5 persen.
"Menurunya prevalensi angka stunting di daerah itu dengan model inovasi 'dulur penting' yang melibatkan instansi Forum Pimpinan Daerah ( Forpinda)," kata Eni Gustina saat mengunjungi keluarga risiko stunting di Kabupaten Lebak, Jumat (17/3/2023).
Model inovasi dulur penting dari Lebak itu akan dibawa ke daerah-daerah provinsi lain di Indonesia guna percepatan penurunan stunting. Selama ini, Pemerintah Kabupaten Lebak dinilai luar biasa dengan model inovasi dulur penting itu mampu menurunkan angka kasus stunting sekitar 4,5 persen.
Begitu juga Gubernur Banten bertekad delapan kota dan kabupaten bisa menurunkan angka prevalensi stunting 4,5 persen pada tahun 2023. Namun, pihaknya optimistis Banten tahun 2024 dapat menurunkan angka stunting sampai dua kali lipat dan menjadi 9 persen, sehingga tercapai 14 persen sesuai target Presiden Joko Widodo.
"Kami bekerja dan beriktiar agar Banten itu mampu menurunkan kasus prevalensi stunting 14 persen pada 2024," kata Eni.
Menurut dia, konsep model inovasi dulur penting yang melibatkan seluruh instansi Forpimda, sehingga bersinergi dan berkolaborasi untuk penanganan percepatan penurunan stunting. Penyebab risiko stunting itu, kata dia, menimpa keluarga yang tidak memiliki jamban, air bersih juga menempati rumah tidak layak huni.
Selain itu kehamilan muda di bawah 21 tahun dan kehamilan tua di atas 35 tahun juga banyak kelahiran anak dengan jarak berdekatan serta pendapatan ekonomi rendah. Dengan model inovasi dulur penting itu, mereka bekerja penanganan percepatan stunting sesuai dengan tugasnya masing-masing di instansi Forpimda.
"Kita berharap penanganan stunting yang melibatkan Forpimda saling bersinergi dan kolaborasi, sehingga dapat menguatkan untuk mempercepat penurunan stunting," kata Eni.
Wakil Bupati Lebak yang juga Ketua Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak Ade Sumardi mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menurunkan kasus stunting 14 persen pada 2024 dengan model inovasi dulur penting. Dimana model inovasi dulur penting secara gotong royong melibatkan Forpimda mulai instansi pemerintah desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten juga masyarakat, relawan dan tokoh agama saling bersinergi dan berkolaborasi untuk penanganan kasus stunting.
Selain itu juga instansi pemerintah daerah terdiri dari Dinas Kesehatan, Dinas Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR),Dinas Sosial, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pertanian, relawan dan elemen masyarakat. Mereka bekerja saling mendukung untuk penanganan ketersediaan pangan bisa melibatkan dengan desa setempat, Dinas Ketahanan Pangan maupun Dinas Pertanian, sedangkan kesehatan ditangani Dinas Kesehatan.
"Semua instansi yang tergabung dalam penanganan stunting itu sesuai dengan bidangnya," katanya.
Ia juga mengoptimalkan sosialisasi tentang delapan konvergensi antara lain analisis situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, Perbup/Perwali Kewenangan Desa, Pembinaan Kader Pembangunan Masyarakat, manajemen data, pengukuran dan publikasi stunting, dan review. Delapan konvergensi itu dijadikan acuan dasar untuk pengalokasian anggaran untuk penanganan stunting.
"Kami penanganan stunting lebih terintegrasi dan saling terkait untuk penanganan kekerdilan itu," katanya.