REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah menganjurkan umat Islam untuk beritikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Dalam menjalankan itikaf tentu ada adab yang perlu diperhatikan.
Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah) hal. 435, menyebutkan delapan adab itikaf sebagai berikut,
آداب الاعتكاف: دوام الذكر، وجمع الهم، وترك الحديث، ولزوم الموضع، وترك التنقلات، وحبس النفس عن مرادها، ومنعها في محابها، وجبرها على طاعة الله عز وجل.
Artinya: “Adab i’tikaf, yakni: terus menerus berdzikir, penuh konsentrasi, tidak bercakap-cakap, selalu berada di tempat, tidak berpindah-pindah tempat, menahan keinginan nafsu, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu dan menaati Allah azza wa jalla.
Dari kutipan tersebut dapat diuraikan kedelapan adab itikaf, sebagai berikut.
1. Terus-menerus berdzikir
Berdzikir kapada Allah bisa dengan banyak membaca kalimat thayyibah ((لا اله الا الله, tasbih (سبحان الله), istighfar (استغفر الله العظيم), syukur (الحمد لله), dan sebagainya. Hal terpenting dalam berdzikir ini adalah melakukannya secara terus-menerus dengan tujuan mengingat Allah dan mendekat pada-Nya.
2. Penuh konsentrasi
Dalam berdzikir kepada Allah hendaknya kita bisa memusatkan pikiran secara penuh atau yang lebih dikenal dengan konsentrasi. Hal ini bisa dicapai apabila dalam berdzikir kita bisa sekaligus menghayati makna setiap kata yang kita ucapkan.
3. Tidak bercakap-cakap
Dalam berdzikir kita berupaya mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Kedakatan itu akan terjalin kalau kita sepenuhnya memusatkan kesadaran kita hanya kepada Allah sehingga komunikasi dengan sesama manusia sebaiknya dihindari kecuali ada keperluan mendesak.
4. Selalu berada di tempat
Tempat i’tikaf adalah masjid. Masjid itu sendiri terdiri dari ruang-ruang tertentu seperti ruang dalam dan serambi. Tempat untuk beri’tikaf adalah ruang dalam tersebut yang biasanya terdapat tulisan di dinding yang berbunyi “Nawaitu al-’tikafa lillahi ta’ala”. Di ruang dalam inilah kita berada selama beri’ikaf. Jika ada keperluan untuk buang hajat, misalnya, kita boleh meninggalkannya untuk kemudian kembali ke tempat semula.
5. Tidak berpindah-pindah tempat
Di dalam masjid kita sebaiknya tidak berpindah-pindah tempat. Kita bisa mendirikan shalat, berdzikir, membaca Alquran, bertafakur dan sebagainya di tempat yang sama. Hal ini tentu saja agar i’tikaf bisa terlaksana secara efektif karena tidak membuang-buang waktu dan tenaga hanya untuk berpindah-pindah.
6. Menahan keinginan nafsu
Di dalam masjid sewaktu beritikaf kita sebaiknya fokus pada ibadah yang sedang kita lakukan dan tidak membiarkan pikiran kemana-mana. Godaan untuk segera mengakhiri itikaf sering kali berawal dari membiarkan pikiran ke hal-hal yang di luar masjid seperti warung makan, dan sebagainya. Hal ini bisa mengurangi kualitas i’tikaf karena kemudian kita tiba-tiba merasa lapar dan ingin segera ke tempat tersebut.
7. Menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu
Di dalam masjid mungkin setan menggoda agar kita segera mengakhiri itikaf dengan alasan yang macam-macam seperti ingin segera istrirahat. Hal ini sebenarnya merupakan cara setan untuk membuat kita tiba-tiba merasa ingin istirahat sehingga bisa bebas
8. Menaati Allah azza wa jalla
Dalam beritikaf kita tetap harus taat kepada Allah dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti lebih memilih itikaf dari pada melakukan sholat fardhu. Hukum itikaf adalah sunnah, sedang sholat fardhu hukumnya wajib. Maka ketika saat sholat Subuh tiba, kewajiban sholat ini harus dilaksanakan dengan menghentikan i’tikaf. Usai sholat Subuh tentu saja itikaf bisa dilanjutkan.