REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Puasa bulan Ramadhan termasuk rukun utama di antara rukun Islam yang lima. Ia juga termasuk syiar Islam yang paling agung. Seorang ulama asal Turki yang dijuluki Badiuzzaman (Keajaiban Zaman), Said Nursi mengungkapkan sejumlah hikmah yang terkait dengan puasa di bulan Ramadhan yang penuh berkah.
Dalam karyanya yang berjudul Al-Maktubat, Said Nursi menguraikan sembilan nuktah yang menerangkan sembilan dari sekian banyak hikmah puasa Ramadhan. Di antaranya, puasa Ramadhan menjadikan manusia mensyukuri berbagai nikmat Allah.
Daid Nursi mengatakan, terdapat banyak hikmah yang di dalamnya puasa Ramadhan membuat makhluk mensyukuri berbagai nikmat Allah. Menurut Nursi, makanan yang dibawa oleh seorang pelayan dari dapur raja tentu sangat bernilai. Tentu sangat bodoh jika ada yang tidak menghargai makanan tersebut dan tidak mengenal pemberi yang sebenarnya, malah si pelayan itu yang diberi hadiah dan balasan.
"Begitu pula dengan makanan dan nikmat tak terhingga yang Allah SWT hamparkan di muka bumi. Sudah pasti Dia menuntut harganya dari kita, yaitu bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat tadi. Sementara berbagai sebab lahiriah dan para pemiliknya hanya laksana para pelayan," jelas Nursi.
Nah, kita memberikan harganya kepada para pelayan serta merasa berutang budi kepada mereka. Bahkan, kata Nursi, kita menunjukkan rasa hormat dan terima kasih lebih dari yang semestinya. Padahal, Pemberi nikmat hakiki yang layak mendapat puncak syukur dan pujian daripada sebab-sebab.
"Jadi, mengungkapkan syukur kepada Allah adalah dengan menyadari bahwa nikmat tersebut secara langsung bersumber dari-Nya, menghargai nilainya, serta merasa butuh kepadanya," kata Nursi.
Karena itu, lanjut Nursi, puasa di bulan Ramadhan merupakan kunci syukur yang hakiki, tulus, dan agung serta bersifat menyeluruh. Sebab, sebagian besar manusia tidak mengetahui nilai nikmat yang demikian banyak lantaran tidak merasakan pedihnya rasa lapar. Misalnya orang yang kenyang, terutama kalangan yang kaya, tidak dapat mengetahui nilai nikmat yang terdapat pada sekerat roti kering.
Namun, kata Nursi, orang mukmin di saat berbuka dapat merasakannya sebagai nikmat ilahi yang sangat berharga. Indra pengecapnya menjadi saksi atas hal itu. Oleh sebab itu, mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan, mulai dari pemimpin sampai kepada kalangan yang paling miskin, memperoleh syukur maknawi dengan menyadari nilai nikmat tersebut.
Nursi menuturkan, sikap manusia yang menahan diri untuk tidak menyentuh makanan di siang hari membuatnya dapat mengetahui kalau ia benar-benar merupakan nikmat. Pasalnya, ia berbisik kepada dirinya, “Nikmat ini bukan milikku. Aku tidak bebas mengonsumsinya. Jadi ia milik pihak lain. Nikmat tersebut adalah bentuk karunia dan kemurahan-Nya atas kita. Sekarang aku sedang menantikan perintah-Nya.”
"Dengan cara semacam ini berarti manusia menunaikan syukur maknawi. Dengan demikian, puasa berposisi sebagai kunci syukur―dilihat dari berbagai sisi―yang merupakan tugas hakiki manusia," tutupnya.