JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Eddy Junarsin, MBA, menandaskan pelarangan perdagangan thrifting atau pakaian bekas impor harus diikuti peningkatan kualitas produk lokal. Sebab maraknya penjualan baju bekas impor awalnya karena kebutuhan masyarakat yang ingin sandang murah dan berkualitas, sehingga pakaian bekas impor menjadi pilihan.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM itu mengungkapkan hal tersebut menanggapi pelarangan impor pakaian bekas. Pelarangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
BACA JUGA : 'Kraljic Matrix' Jamin UMKM Batik Peroleh Bahan Baku Berkualitas, Ini Penjelasannya
Menurut Eddy, pelarangan impor pakaian bekas ini untuk melindungi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan keresahan di kalangan pedagang yang selama ini sangat bergantung dari penjualan baju bekas impor.
Karena itu, menurut Eddy, kebijakan tersebut harus diikuti dengan peningkatan kualitas dari produk sandang di Tanah Air. "Maraknya penjualan baju bekas impor awalnya karena kebutuhan masyarakat yang ingin sandang murah dan berkualitas. Pakaian bekas impor jadi pilihan," kata Eddy Junarsin kepada wartawan, di kampus FEB UGM Yogyakarta, Senin (27/3/2023).
Dijelaskan Eddy Junarsin, permintaan baju bekas impor awalnya dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan sandang murah berkualitas. Namun seiring berjalannya waktu produk tekstil UMKM makin berkembang dan bisa memenuhi permintaan lokal dengan kuantitas dan kualitas yang makin membaik,
“Saya kira pada titik itu kebijakan impor pakaian bekas mulai dikurangi atau tidak ada lagi. Namun saya kira kebijakan itu tidak serta merta mengatasi persoalan karena masih banyaknya celah impor pakaian bekas yang ilegal yang masuk ke Indonesia,” jelas Eddy.
BACA JUGA : Tips Hadapi Resesi 2023, Cari Penghasilan Tambahan dan Penghematan
Eddy menyarankan agar pemerintah sebaiknya menghitung kebutuhan sandang bagi masyarakat menengah ke bawah yang bisa dipenuhi produk sandang lokal dan kuota yang belum terpenuhi bisa berasal dari produk impor. “Kualitas produk lokal harus lebih bagus jangan sampai mudah rusak setelah dipakai dibanding baju bekas impor, desain juga membaik dan produksi massal juga tepat waktu," harapnya.
Selanjutnya, menurut Eddy, solusi bagi para para pedagang yang terdampak dari kebijakan ini perlu dialihkan untuk memasarkan produk lokal dengan menjadi reseller atau dropshipper. "Mengkampanyekan membeli produk lokal justru lebih aman bakteri, jamur dan virus saya kira bagus digaungkan. Pekerjaan pemerintah sekarang ini bagaimana menertibkan impor ilegal dan di sisi lain produk UMKM makin berkualitas dan harganya pun bisa bersaing,” tandasnya. (*)
BACA JUGA : Eksklusivitas Konglomerat Ganjal Aktualisasi Kekuatan Lokal
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].