Senin 27 Mar 2023 22:57 WIB

Ceramah KH Tol’at Wafa: Lima Hal Yang Harus Dihindari untuk Jaga Persaudaraan

Shalat jamaah merupakan contoh ibadah yang memupuk persaudaraan.

Pengasuh Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga KH Tol'at Wafa Ahmad
Foto: Dokpri
Pengasuh Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga KH Tol'at Wafa Ahmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menjaga persaudaraan merupakan anjuran, bahkan keniscayaan dalam kehidupan umat Islam. Nabi Muhammad beserta para sahabat mencontohkan bagaimana persaudaraan dibangun sejak awal dakwah Islam hingga akhir hayat mereka.

Hijrah kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah dilatarbelakangi semangat persaudaraan antara kelompok mereka yang hijrah dengan warga Madinah yang merupakan kelompok penolong. 

Baca Juga

Pengasuh Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga Sumatra Selatan KH Tol’at Wafa Ahmad menjelaskan, Ramadhan merupakan momentum yang di dalamnya terdapat banyak hal berkaitan dengan persaudaraan. “Mari bersama-sama kita manfaatkan Ramadhan untuk menguatkan persaudaraan,” kata Kiai Tol’at dalam ceramah singkatnya yang disiarkan saluran Youtube Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) pada Senin (27/3/2023)

Shalat jamaah merupakan contoh ibadah yang memupuk persaudaraan, karena dilakukan bersama-sama. Belum lagi sejumlah ibadah sosial yang mengutkan empati terhadap orang lain, khususnya kaum dhuafa, saudara yang mengalami kesusahan.

Ada zakat, baik mal maupun fitrah. Termasuk juga wakaf, sedekah, dan infak. Semua itu merupakan upaya berbagi kepada saudara yang membutuhkan uluran tangan. Ibadah semacam ini merupakan refleksi persaudaraan, bahwa pemberi ikut merasakan kesusahan mereka yang membutuhkan bantuan. 

Nah, Kiai Tol’at menjelaskan beberapa hal yang harus dihindari untuk menjaga kualitas persaudaraan.

Pertama, jangan pernah sombong. Termasuk merasa lebih baik dari saudara yang lain. 

Kedua, jangan menyakiti hati orang lain. Hindari konflik. Jika ada beda pendapat, maka sampaikan dengan kearifan. Bil hikmah.

Ketiga, jangan pernah memanggil orang lain atau kelompok lain dengan sebutan yang tidak pantas.

Keempat, hindari prasangka buruk alias negative thinking atau suuzhon. 

Kelima, jauhkan diri dari memata-matai alias mencari kesalahan orang lain. Termasuk di dalamnya menggunjing.

“Semua ini adalah factor-faktor yang merusak persaudaraan. Kita hindari itu semua,” kata Kiai Tol’at.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement