Senin 01 May 2023 11:07 WIB

ASPEK Indonesia: Parpol dan Bakal Capres tak Ada yang Berani Tolak UU Cipta Kerja

Buruh menilai DPR justru berpihak pada kepentingan pemodal atau investor.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Massa aksi Hari Buruh atau May Day berkumpul di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2023) pagi.
Foto: Republika/Eva Rianti
Massa aksi Hari Buruh atau May Day berkumpul di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2023) pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia mengingatkan peringatan Hari Buruh Internasional harus bisa dijadikan momentum menyatukan kekuatan buruh dalam melawan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Aturan itu dinilai sangat merugikan pekerja.

"Konsistensi perlawanan dan penolakan terhadap UU Cipta Kerja menjadi isu penting yang disuarakan oleh buruh," kata Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangan pers memperingati Hari Buruh Internasional pada Senin (1/5/2023).

Baca Juga

ASPEK Indonesia mengkritik partai politik dan para bakal Capres hanya melakukan pencitraan kepada pekerja. ASPEK Indonesia mengeluhkan saat ini tidak ada partai politik dan bakal capres yang berani menyatakan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Bagi pekerja dan rakyat, tuntutannya jelas, cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja karena menjadi pintu masuk bagi kelompok pemodal dan investor untuk memiskinkan pekerja dan rakyat Indonesia. UU Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan kepastian upah dan kepastian jaminan sosial," ujar Mirah.

ASPEK Indonesia menilai Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum serius dalam malaksanakan amanat Undang Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) tersebut, setidaknya terdapat dua kewajiban Negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan.

"Bukti paling kongkrit minimnya keberpihakan Pemerintah dan DPR terhadap nasib pekerja, adalah tetap dipaksakannya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, yang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan cacat secara formil dan inkonstitusional bersyarat," ujar Mirah.

Alih-alih mematuhi putusan MK, Presiden Joko Widodo justru dinilai mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pada 21 Maret 2023, DPR malah mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang

"Peran DPR yang seharusnya memerjuangkan aspirasi rakyat, ternyata justru lebih berpihak kepada kepentingan pemodal atau investor, dan tidak lebih sebagai 'stempel' bagi Pemerintah," ujar Mirah.

Dalam May Day tahun 2023, ASPEK Indonesia menyuarakan sejumlah tuntutan sebagai berikut :

1. Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja yang merugikan pekerja

2. Tolak PHK Sepihak.

3. Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan.

4. Sahkan RUU PRT (Pekerja Rumah Tangga)

5. Berikan kesejahteraan dan Kepastian  Hukum Kepada Pekerja Berbasis Platform/Online.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement