REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, pemerintah telah menangani dan menyelesaikan 1.841 kasus tindakan pidana perdagangan orang (TPPO) di bidang penipuan daring. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengimbau warga mewaspadai modus para pelaku dalam menjaring para korban.
“Terkait modus, kita mencatat peningkatan jumlah kasus yang sangat tinggi. Tadi Bu Menlu menyampaikan, dalam tiga tahun terakhir, sudah ada 1.841 kasus. Di Kamboja sendiri, jumlah peningkatan kasusnya lebih dari delapan kali lipat,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha saat memberikan keterangan pers di Ruang Nusantara Kemenlu, Jumat (5/5/2023).
Judha mengungkapkan, pada 2021, Kemenlu menangani 116 kasus TPPO di bidang penipuan daring. Jumlah kasusnya melonjak menjadi lebih dari 800 pada 2022. “Ini tentu menjadi wake up call bagi kita semua,” ujarnya.
Dia menjelaskan, modus perekrutan TPPO penipuan daring dilakukan melalui media sosial. Menurut Judha, mayoritas korban ditawari bekerja sebagai customer service dengan iming-iming gaji antara 1.000-1.200 dolar AS per bulan. “Namun tidak meminta kualifikasi khusus. Tidak ada persyaratan khusus yang diminta,” kata Judha.
Selain tak mensyaratkan kualifikasi khusus, para pelaku juga biasanya meminta para korban untuk berangkat ke negara terkait tanpa menggunakan visa kerja yang diterbitkan dari kedutaan asing di Jakarta. “Mereka masuk menggunakan bebas visa kunjungan wisata sesama negara ASEAN,” ungkap Judha.
“Ini adalah modus-modus yang dilakukan, baik mereka (korban) membiayai sendiri proses keberangkatannya atau ada yang sudah disiapkan tiket. Ini menjadi pembelajaran bagi kita untuk hati-hati dengan modus-modus tawaran tersebut. Utamanya ketika ditawarkan bekerja di wilayah Kamboja, Thailand, Myanmar, Laos, Filipina,” tambah Judha.
Dia pun sempat menyinggung kasus TPPO 20 WNI di Myanmar yang tengah mencuat. “Yang 20 (WNI di Myanmar) sebenarnya tidak ditawarkan bekerja di Myanmar. Mereka ditawari bekerja di Thailand, tapi kemudian di-traffic masuk ke Myanmar,” kata Judha.
Judha mengimbau masyarakat agar jangan mudah percaya dengan iklan penawaran pekerjaan di media sosial. Apalagi jika penawaran itu diikuti dengan iming-iming gaji besar tanpa menuntut atau mensyaratkan kualifikasi khusus.