Selasa 16 May 2023 21:07 WIB

Arti Almarhum dan Almarhumah, Bolehkah Digunakan untuk Orang Kafir?

Di Indonesia orang yang meninggal disebut almarhum atau almarhumah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Arti Almarhum dan Almarhumah, Bolehkah Digunakan untuk Orang Kafir? . Foto: Ilustrasi kuburan
Foto: Wikipedia
Arti Almarhum dan Almarhumah, Bolehkah Digunakan untuk Orang Kafir? . Foto: Ilustrasi kuburan

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dalam tradisi masyarakat Indonesia, orang laki-laki yang sudah meninggal dunia biasanya disebut dengan almarhum. Sedangkan untuk perempuan yang meninggal disebut dengan almarhumah.

Lalu dari mana sebenarnya istilah almarhum dan almarhumah itu? Bagaimana adab penggunaannya?

Baca Juga

Dalam Majalah Suara Muhammadiyah yang terbit pada 2010 dijelaskan, almarhum dan almarhumah berasal dari bahasa Arab yang berarti laki-laki dan perempuan yang dirahmati atau dikasihi. Kedua istilah ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia dan digunakan khusus untuk orang yang meninggal.

Gelar almarhum dan almarhumah, di KBBI diberi arti sebagai orang yang dirahmati Allah (sebutan kepada orang Islam yang telah meninggal). Misalnya, ketika Pak Fulan telah meninggal, maka disebutnya almarhum Pak Fulan.

Meskipun telah terjadi perubahan makna, namun sebenarnya kata-kata almarhum dan almarhumah tetap berisi doa untuk orang yang telah meninggal, khususnya untuk orang Islam. Jadi kalau kita mengatakan, almarhum Buya Hamka, itu artinya semoga Allah merahmati dan mengasihinya.

Kalau dalam bahasa Malaysia, mereka menyebutnya lebih jelas lagi yaitu, Allahyarham Fulan, yang artinya adalah semoga Allah merahmati Fulan. Hal ini sesuai dengan asalnya dalam bahasa Arab yaitu, Rahimahullah, yang berarti: Semoga Allah merahmatinya.

Adapun untuk orang kafir yang sudah meninggal, kata-kata almarhum dan almarhumah tidak boleh dikatakan kepada mereka. Mereka cukup kita panggil, mendiang. Karena, hanya orang yang meninggal dalam keadaan Islam saja yang dirahmati Allah. Sedangkan orang yang meninggal dalam keadaan kufur tidak dirahmati Allah SWT. Dalilnya ialah firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ (162)

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (QS al-Baqarah: 161-162)

Allah SWT juga berfirman:

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 217)

Ayat pertama menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang kafir lalu mati dalam keadaan kufur itu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat dan manusia sampai hari kiamat, lalu mereka akan kekal dalam laknat itu sampai masuk neraka jahannam, dan laknat tersebut menemani mereka di dalamnya sehingga siksaan mereka tidak diringankan serta tidak ditangguhkan walaupun sebentar.

Sementara ayat yang kedua juga menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang beragama Islam lalu keluar dari agamanya itu (murtad), kemudian ia mati dalam keadaan kufur maka amalannya di dunia dan di akhirat dianggap sia-sia (tidak diterima), dan ia termasuk penghuni neraka untuk selama-lamanya.

Jadi dengan demikian kedua ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir, baik pada asalnya ia memang orang kafir atau pada asalnya ia beragama Islam lalu murtad, tidak akan mendapat rahmat dari Allah, bahkan mereka itu mendapat laknat atau kutukan dan mendapat siksaan selama-lamanya di neraka.

Maka, dapat disimpulkan bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir itu tidak boleh disebut dengan almarhum atau almarhumah. Sementara, orang yang tidak bisa dipastikan agamanya, maka namanya menjadi dasar pertimbangan. Jika ia memiliki nama orang Islam seperti Muhammad, Ahmad dan Abdullah maka dapat dipanggil dengan almarhum. Jika tidak tidak, cukup dipanggil mendiang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement