REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta menilai negara-negara ASEAN perlu memperkuat kerja sama terkait rehabilitasi pecandu narkotika dan obat-obatan terlarang untuk menekan permintaan dan peredaran.
"Penguatan kerja sama rehabilitasi negara-negara ASEAN sangat perlu karena jenis-jenis zat yang digunakan antarnegara sekarang ini bervariasi dan cepat berkembang," kata Konselor Adiksi Ahli Madya BNNP DIY Febriana Kusuma Dian Mayasari di Yogyakarta, Sabtu (17/6/2023).
Menurut Febriana, zat psikoaktif yang dikenal dengan nama new psychoactive substances (NSP) atau narkoba sintetis saat ini cepat berkembang dan memungkinkan di masing-masing negara tidak sama jenis dan penggunaanya.
Karena itu, kata dia, diperlukan pertukaran informasi yang intens negara-negara di Asia Tenggara sehingga perkembangan terkait penanganan penggunanya bisa segera diadaptasi.
"Untuk NPS ini kan belum semua masuk dalam perundang-undangan sehingga misalkan kita sudah dapat informasi bahwa di Singapura sudah ada jenis baru yang ditemukan, yang sudah disalahgunakan, ini tentu menjadi perhatian kita untuk kita update," kata dia.
Ia mengatakan perlakuan atau metode rehabilitasi terhadap para pengguna atau pecandu NPS tidak sama.
Hingga saat ini, kata Febriana, tidak ada satu metode rehabilitasi yang dapat diterapkan untuk semua.
"Metode rehabilitasi ini selalu berkembang karena tidak ada satu metode yang pas untuk seluruh orang. Jadi, metode ini kita sesuaikan sehingga kita perlu kerja sama itu," ujar dia.
Dengan demikian, ia berharap metode rehabilitasi terbaru di negara anggota ASEAN dapat saling diadaptasi setelah melalui penelitian, kajian, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
"Misal di Indonesia bikin satu metode baru untuk penanganan narkotika anak-anak kemudian di negara lain belum ada, nah kita bisa memberikan pelatihan kepada mereka, begitu pula sebaliknya," kata Febriana.
Sementara itu, Analis Intelijen Seksi Intelijen Bidang Pemberantasan BNNP DIY Dayu Purnama menambahkan Indonesia tidak dapat berdiri sendiri, termasuk dalam penyelidikan kasus penyelundupan narkotika yang melibatkan pelaku lintas negara, termasuk di Asia Tenggara.
Ia berharap Keketuaan Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 menjadi momentum memperkuat upaya kolektif negara anggota dalam memberantas narkoba.
Menurut Dayu, sejumlah kasus penyelundupan narkotika lintas negara yang pernah ditangani BNNP DIY, antara lain 688,7 gram sabu dari seorang warga negara asing (WNA) asal Afrika Selatan berinisial NL pada 2016.
Berikutnya, penyelundupan narkotika seberat 1.108 gram oleh dua WNA asal Thailand yang masuk melalui Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta pada 2018.
"Kita juga menjalin relasi, misal ada tangkapan atau target operasi di luar negeri, maka kita harus ada kontak dengan polisi narkotika di sana," ujar dia.