Selasa 20 Jun 2023 12:05 WIB

Dibahas Selama 15 Tahun, PBB Akhirnya Adopsi Traktat Perlindungan Biodiversitas Laut Lepas

Perjanjian akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 60 negara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Biota Laut. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengadopsi sebuah perjanjian bersejarah yang bertujuan melindungi biodiversitas di laut lepas.
Foto: Antara
Biota Laut. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengadopsi sebuah perjanjian bersejarah yang bertujuan melindungi biodiversitas di laut lepas.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengadopsi sebuah perjanjian bersejarah yang bertujuan melindungi biodiversitas di laut lepas. Perjanjian tersebut telah dibahas dan didiskusikan selama lebih dari 15 tahun.

Delegasi dari 193 negara anggota PBB bertepuk tangan meriah seraya bangkit dari kursinya ketika duta besar Singapura untuk masalah laut, Rena Lee, yang memimpin negosiasi, memukulkan palunya setelah mendengar tidak ada keberatan atas persetujuan perjanjian perlindungan kehidupan laut lepas, Senin (19/6/2023). Perjanjian tersebut akan terbuka untuk ditandatangani di markas besar PBB selama dua tahun mulai 28 September mendatang.

Baca Juga

Perjanjian akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 60 negara. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengapresiasi pengadopsian perjanjian tersebut. Menurutnya, perjanjian itu hadir pada saat kritis karena lautan terancam di banyak bidang.

Penangkapan ikan dan eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan termasuk dalam bentuk ancaman. Sebab kegiatan semacam itu dapat merusak keanekaragaman hayati laut.

“Lebih dari sepertiga stok ikan dijaring pada tingkat yang tidak berkelanjutan. Dan kita mencemari perairan pesisir kita dengan bahan kimia, plastik, dan limbah manusia,” kata Guterres.

Oleh sebab itu dia menilai perjanjian perlindungan kehidupan laut lepas sangat penting untuk mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Dia menyerukan negara-negara tidak menyia-nyiakan upaya guna memastikan perjanjian itu ditandatangani dan diratifikasi sesegera mungkin.

The Alliance of Small Island States mengungkapkan, mereka telah memperjuangkan perjanjian perlindungan kehidupan di laut lepas selama beberapa dekade. Mereka menilai, pengadopsian perjanjian itu dapat memiliki implikasi luas pada mata pencaharian, budaya, dan ekonominya masing-masing.

Perjanjian itu akan membentuk kerangka hukum untuk menciptakan suaka laut yang luas di perairan internasional. Perjanjian turut menetapkan prinsip untuk berbagi 'sumber daya genetik laut' yang ditemukan oleh para ilmuwan di perairan internasional.

Itu merupakan permintaan utama negara-negara berkembang yang bersikeras bahwa hasil penemuan semacam itu tidak dapat dikontrol hanya oleh negara-negara kaya yang memiliki dana untuk membiayai ekspedisi dalam proses pencarian sumber daya genetik laut.

Direktur High Seas Alliance Rebecca Hubbard menyambut langkah PBB mengadopsi perjanjian perlindungan kehidupan di laut lepas. “Negara-negara sekarang harus meratifikasinya secepat mungkin untuk memberlakukannya sehingga kita dapat melindungi lautan kita, membangun ketahanan kita terhadap perubahan iklim, dan melindungi kehidupan dan mata pencaharian miliaran orang,” katanya.

Sementara itu, organisasi lingkungan Greenpeace mengatakan, pengadopsian perjanjian tersebut merupakan kemenangan bagi semua kehidupan di bumi. "Ilmunya jelas, kita harus melindungi setidaknya 30 persen lautan pada tahun 2030 untuk memberi kesempatan pada lautan untuk pulih dan berkembang,” ujar Chris Thorne dari tim kampanye perlindungan lautan Greenpeace.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement