Rabu 21 Jun 2023 12:54 WIB

PUPR Ungkap Setiap Tahun Rumah yang Bisa Dibeli Lebih Jauh 5 Km

Harga tanah setiap tahun selalu mengalami kenaikan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
PUPR menyampaikan, akibat harga tanah yang semakin mahal dari tahun ke tahun, masyarakat yang punya keterbatasan dana terpaksa harus membeli rumah dengan jarak lebih jauh.
Foto: Republika/Prayogi
PUPR menyampaikan, akibat harga tanah yang semakin mahal dari tahun ke tahun, masyarakat yang punya keterbatasan dana terpaksa harus membeli rumah dengan jarak lebih jauh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyampaikan, akibat harga tanah yang semakin mahal dari tahun ke tahun, masyarakat yang punya keterbatasan dana terpaksa harus membeli rumah dengan jarak yang lebih jauh demi mendapatkan properti dengan harga yang lebih terjangkau. Berbagai program rumah bukannya mempermudah, tetapi mempersulit pekerja.

"Setiap tahun masyarakat kita memperoleh rumah dengan jarak 5 km lebih jauh dari tahun sebelumnya karena mengejar harga tanah yang lebih murah," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna dalam focus group discussion yang digelar BP Tapera di Jakarta, Rabu (21/6/2023).

Baca Juga

Herry pun mengakui, berbagai program pemerintah untuk menyediakan rumah tapak di daerah penyangga, bukan mempermudah masyarakat, justru menambah kesulitan bagi pekerja. Pasalnya, mereka harus menghabiskan waktu lebih lama di perjalanan yang tentunya juga memakan biaya lebih.

Sebagai contoh, jika mereka bekerja di Jakarta, area perumahan yang disediakan terletak di wilayah penyangga, seperti Tangerang, Bekasi, Depok, hingga Bogor. 

“Hari ini kita kasih rumah, tapi menyulitkan mereka, seolah-olah membantu, tapi tidak membantu. Ini juga menjadi perhatian, dan tentunya bergantung perkembangan kota,” ujarnya menambahkan. 

Persoalan yang lebih besar dialami oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dari kalangan pekerja informal. Pasalnya, kata Herry, kerap kali mereka tak bisa mengakses pembiayaan perumahan dari perbankan lantaran dinilai belum bankable. Ia pun berharap BP Tapera ke depan bisa menyelesaikan berbagai persoalan properti yang dihadapi masyarakat Indonesia. 

Sementera itu, hingga saat ini sedikitnya ada 12,7 juta keluarga belum memiliki rumah dan terus bertambah setiap tahun. Herry mengungkapkan, setiap tahun diperkirakan ada 780 ribu keluarga baru, sedangkan kapasitas pemerintah menyediakan rumah murah bagi MBR lewat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hanya 220 ribu untuk tahun ini. 

“Jadi, kalaupun kita isi 300 ribu (rumah) keluar 780 ribu ya tidak akan penuh, dengan angka ini kita harus berpikir apa yang harus dilakukan supaya (backlog) jadi nol,” kata Herry. 

Lebih lanjut, ia menilai, salah satu solusi untuk mengatasi lokasi rumah yang makin jauh dari tempat bekerja dengan mendorong pembangunan rumah vertikal seperti rumah susun (rusun). Solusi itu dinilai dapat lebih memudahkan masyarakat memperoleh hunian layak namun dengan jarak yang tak jauh. 

Pemerintah daerah, diharapkan bisa ikut berperan dalam membantu MBR di setiap daerahnya untuk lebih mudah memperoleh hunian. Pemda, kata Herry, juga perlu membuat target penyelesaikan backlog daerahnya sehingga persoalan hunian tak hanya mengandalkan pemerintah pusat. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement