REPUBLIKA.CO.ID, REMBANG -- Peduli terhadap ‘nasib’ nisan (Tionghoa) kuno, komunitas pelestari Lasem bersama dengan unsur pemerintah daerah melakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan Benda Diduga Cagar Budaya (BDCB) di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mengumpulkan dan menyelamatkan nisan-nisan Tionghoa (bongpai) dari berbagai kerusakan serta sejumlah pemanfaatan yang tidak tepat kendati sudah tidak bertuan.
Perwakilan Yayasan Lasem Heritage, Suwargi mengungkapkan, di Lasem banyak terdapat ‘Bong Cino’ (makam China kuno) dan sebagian di antaranya telantar atau terpendam di bawah rumah- rumah penduduk.
Bahkan sebagian bongpai atau nisannya sengaja dipendam dan beberapa di antaranya lagi juga dimanfaatkan bukan pada fungsinya, seperti dijadikan jembatan, penutup saluran drainase hingga papan gilasan untuk mencuci pakaian dan lainnya.
“Itulah sebabnya, komunitas pelestarian Lasem bersama unsur Pemerintah Kabupaten Rembang berupaya menyelamatkannya,” jelas pegiat cagar budaya yang akrab disapa Agik ini, Rabu (26/7).
Upaya ini, jelasnya, dilakukan untuk mengumpulkan nisan-nisan tak bertuan, nisan yang tidak memiliki ahli waris, nisan dari makam yang telah hancur atau hilang karena telah menjadi lahan permukiman.
Sehingga penyelamatan bongpai ini tidak mengganggu makam-makam Tionghoa yang masih utuh meskipun telantar apalagi makam yang masih terawat. Karena banyak nisan yang kemudian telah beralih fungsi dan tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Kita upayakan menyelamatkan yang masih utuh tetapi tidak sesuai dengan peruntukannya dan kita bukan mengambil nisan yang masih berdiri di makam,” jelasnya.
Kegiatan yang dilakukan bersama komunitas ini, kata Agik, untuk melakukan kegiatan pelindungan ODCB dan dilaksanakan di lingkungan Desa Jolotundo, Sumbergirang, dan Pohlandak.
Dari kegiaan yang dilaksanakan ini, sedikitnya ada lima nisan yang telah diselamatkan dan empat nisan lainnya dalam proses penyelamatan melalui dukungan Pemerintah Desa (Pemdes) Sumbergirang.
Ia juga mengatakan, kegiatan penyelamatan ini mendasarkan pada Undang Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya pasal 56 tentang Pelindungan; pasal 57 - 60 terkait tentang Penyelamatan, serta pasal 61 - 71 tentang Pengamanan.
Sesuai amanah Undang-Undang Cagar Budaya, masyarakat memiliki peran untuk melakukan penyelamatan. “Kami senang karena upaya komunitas pelestari ini juga didukung kapolsek dan danramil Lasem,” kata dia.
Agik menambahkan, ODCB merupakan benda yang dapat menjadi kajian dan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan. “Tertutama bidang arkeologi, sejarah, maupun sinology atau studi tentang Tiongkok dan topik Tionghoa,” jelasnya.
Salah satu pegiat dalam komunitas pelestari lasem, Ayu Lestari mengamini, banyak nisan yang tidak terawat dan akhirnya berubah fungsi di lokasi kegiatan hari ini.
Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hidayat Lasem itu mengungkapkan nisan yang masih berada di lokasi ‘belum aman’ ini harus diselamatkan. “Dengan adanya penyelamatan batu nisan Cina kuno jadi lebih peduli dengan benda benda kuno bernilai sejarah,” katanya.
Peneliti sinologi di Lasem, Agni Malagina menambahkan, berdasarkan ilmu sinologi telah terdata nisan-nisan kuno seperti Kapitan Lin Zun Ming berangka tahun 1882 dan Letnan Lin Rong Qing berangka tahun 1865.
Menurutnya, kedua nisan yang terserak di Desa Sumbergirang ini penting. Sebab di Lasem hanya ada dua kompleks makam pejabat Cina kuno yang masih utuh. “Yaitu makam Toelis dan makam Letnan Lie Thiam Kwie, di Pancur,” katanya.
Agni juga menyampaikan, bahkan bong tua yang ditemukan terlantar di Dukuh Lemahbang, merupakan yang paling tua berangka tahun 1785. Kondisinya tidak terawat dan telah hancur.
Sedangkan makam yang terawat berangka tahun 1762 paling tua ditemukan terletak di dalam pekarangan rumah tua di Desa Karangturi. “Makam ini lima tahun lebih tua dari makam legendaris marga Han,” jelas dia.