ANTARIKSA -- Para ilmuwan mungkin baru saja memecahkan misteri terbesar matahari. Selama bertahun-tahun, ilmuwan dibuat penasaran mengapa suhu atmosfer terluar matahari yakni korona matahari begitu panas.
Suhu di korona mencapai suhu lebih dari 1 juta derajat Celcius. Untuk diketahui, permukaan matahari hanya memiliki sekitar 6.000 derajat C.
Logikanya, korona yang merupakan atmosfer terluar matahari atau semakin jauh dari sumber panas di dalam matahari, suhunya seharusnya lebih dingin. Namun, ternyata sebaliknya.
Pengamatan baru yang dilakukan oleh pesawat ruang angkasa Solar Orbiter yang dipimpin Eropa kini telah memberikan petunjuk tentang apa yang mungkin ada di balik suhu misterius ini. Data terbaru diperoleh dari gambar yang diambil oleh pesawat ruang angkasa Extreme Ultraviolet Imager (EUI).
Instrumen kamera mendeteksi sinar ultraviolet ekstrim berenergi tinggi yang dipancarkan oleh matahari. Para ilmuwan telah menemukan gelombang magnet bergerak cepat skala kecil yang berputar di permukaan matahari.
Gelombang berosilasi cepat ini menghasilkan begitu banyak energi. Ilmuwan menyimpulkan gelombang cepat inilah yang mungkin dapat menjelaskan pemanasan korona.
Para ilmuwan sebelumnya telah mendeteksi gelombang magnet yang lebih lambat. Namun, tampaknya gelombang ini tidak menghasilkan energi yang cukup untuk menjelaskan perbedaan suhu yang sangat besar antara permukaan matahari dan atmosfer luarnya.
"Selama 80 tahun terakhir, ahli astrofisika telah mencoba memecahkan masalah ini dan sekarang semakin banyak bukti yang muncul bahwa korona dapat dipanaskan oleh gelombang magnet," ucap Tom Van Doorsselaere, profesor fisika plasma di Catholic University of Leuven di Belgia, salah satu penulis studi baru tersebut, dilansir dari Space.
Solar Orbiter, diluncurkan pada Februari 2020. Wahana ini mengambil gambar terdekat dari bintang di pusat tata surya kita.
Meskipun teleskop berbasis Bumi dapat memberikan gambar matahari dalam resolusi yang lebih tinggi, teleskop jenis ini tidak dapat mempelajari bagian ultraviolet ekstrem dari spektrum cahaya matahari. Sebab, frekuensi ini disaring oleh atmosfer bumi. Alhasil, teleskop berbasis darat tidak melihat banyak fenomena kunci yang mendorong perilaku matahari.
Solar Orbiter pernah melakukan pendekatan kurang dari 77 juta km dari matahari. Jarak ini lebih dekat dari orbit planet Merkurius.
Dalam gambar matahari pertamanya yang dirilis pada Juni 2020, Solar Orbiter menemukan indikasi proses lain yang mungkin berperan dalam misteri pemanasan koronal.
David Berghmans, peneliti utama instrumen EUI dan fisikawan matahari di Royal Observatory of Belgium menambahkan bahwa tim sekarang akan mendedikasikan lebih banyak waktu untuk mempelajari gelombang magnetik yang baru ditemukan di permukaan matahari.
"Karena hasilnya menunjukkan peran kunci untuk osilasi cepat dalam pemanasan korona, kami akan mencurahkan banyak perhatian kami untuk menemukan gelombang magnetik frekuensi tinggi dengan EUI," kata Berghmans.
Studi ini dipublikasikan pada Senin, 24 Juli, di Astrophysical Journal Letters.