REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Kilang Pertamina Balikpapan sudah mengolah 46,3 juta barrel minyak mentah sepanjang periode Januari-Juni 2023 ini. Jumlah itu naik 5,8 persen dari Januari-Juni 2022 lampau. Jumlah tersebut dicapai dengan kapasitas produksi 260 ribu barrel per hari.
”Sebanyak separuh atau 50 persen lebih minyak mentah itu diolah menjadi gasoil atau produk-produk solar, yaitu solar, pertadex, dan dexlite,” kata Humas Kilang Balikpapan Ely Chandra Peranginangin, Ahad (6/8/2023).
Sebagian lagi untuk memproduksi gasoline atau pertalite, pertamax, pertamax turbo, termasuk juga avtur atau bahan bakar pesawat terbang.
Produk dari Kilang Balikpapan utamanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan Kalimantan, Sulawesi, dan bagian timur Indonesia.
Menurut Chandra Peranginangin, satu indikator kehandalan kilang adalah jumlah minyak mentah yang diolahnya.
Semakin banyak jumlah minyak yang berhasil diolah, adalah tanda kilang berproduksi secara efektif dan efisien, juga dengan standar keselamatan tinggi sehingga tidak terjadi loss time incident atau LTI. Kejadian loss time incident lazim membuat kilang berhenti beroperasi untuk sementara untuk alasan keamanan, namun artinya juga berhenti berproduksi.
"Jadi kita harapkan itu kilang hanya berhenti beroperasi pada waktu-waktu yang direncanakan saja, seperti saat turn around atau pemeliharaan kilang,” jelas Peranginangin.
Saat ini juga Kilang Balikpapan tengah ditingkatkan kemampuan atau kapasitas produksinya dengan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) yang ditargetkan selesai pada 2024.
Pada tahun tersebut produksi Kilang akan mencapai 360 ribu barrel per hari dan menjadikannya sebagai kilang terbesar di Indonesia, melampaui kapasitas Kilang Cilacap yang 348 ribu barrel per hari saat ini.
”Karena itu Kilang Balikpapan memiliki posisi yang sangat strategis dalam menjaga ketahanan energi di Indonesia,” jelas Peranginangin.
Pengelolaan kilang-kilang Pertamina juga dilakukan secara terintegrasi sehingga bisa saling mendukung untuk menjaga ketahanan energi.