REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrurrozi menilai kontes kecantikan bukan untuk menaikkan derajat wanita, justru merendahkan harkat dan martabat wanita. Pernyataannya ini menanggapi kontroversi pengakuan dari kontestan Miss Universe Indonesia yang mengaku harus melakukan foto telanjang.
“Kontes ini tergolong merendahkan harkat dan martabat wanita dengan membuka auratnya dan menampilkannya sebagai komoditas murah dan mangsa bagi pria yang bernafsu, jelaslah bahwa kontes ini sama sekali tidak meningkatkan rasa hormat terhadap wanita,” kata Gus Fahrur kepada Republika, Selasa (8/8/2023).
“Itu jelas kejahatan dan pelecehan seksual terhadap perempuan, harus dilakukan proses hukum,” tegasnya lagi.
Menurut Gus Fahrur, pelaku pelecehan seksual ini dapat dijerat dengan menggunakan Pasal Percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP atau Pasal 414 sampai dengan Pasal 422 Undang-Undang No 1 Tahun 2023, dengan tetap memperhatikan ketentuan unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing.
Menurutnya, ajaran agama Islam sangat tegas dan gamblang dalam menjaga kehormatan kaum wanita jika itu dipatuhi. Dengan kata lain, ajaran Islam tentu saja melarang acara-acara atau kontes seperti yang dilakukan Miss Universe Indonesia yang sampai mempertontonkan aurat wanita.
“Ajaran Islam melarang kontes perempuan membuka aurat (kasyful ‘aurat) bagi perempuan di hadapan non mahram. Firman Allah SWT (artinya), ‘Dan janganlah mereka [wanita beriman] menampakkan perhiasannya, kecuali apa yang (biasa) nampak dari padanya.’ (QS An-Nuur ayat 31). kontes kecantikan ini bukan tradisi umat Islam,” kata Gus Fahrur.
Karenanya, ia menilai kontes-kontes seperti ini sangat tidak layak untuk diikuti oleh kaum wanita, khususnya Muslimah. Sebaliknya, ia menyarankan agar kontes-kontes yang diramaikan adalah yang menjunjung perempuan misalnya dalam bidang pendidikan, keterampilan, dan pengetahuan mereka.
“Jadi ya sangat tidak perlu (kontes Miss Universe Indonesia), sebaiknya kontes perempuan diadakan dalam bidang pendidikan, keterampilan dan pengetahuan, bukan eksploitasi seksual,” kata Gus Fahrur.