REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Peluang untuk bekerja di Jepang saat ini semakin terbuka seiring dengan adanya reformasi aturan ketenagakerjaan. Jepang yang kini mengalami permasalahan aging population atau penduduk mayoritas berusia lansia membutuhkan banyak tenaga kerja. Masyarakat Indonesia pun turut berpeluang mengisi kebutuhan tersebut.
Mahmudi Fukumoto adalah salah satu diaspora Indonesia di Jepang yang membaca peluang tersebut. Mahmudi yang sudah bekerja di Jepang sejak 2001 itu mengaku ingin membantu orang Indonesia yang ingin menggapai mimpi bekerja di Negeri Sakura. Lewat perusahaan yang ia dirikan, Keihin Corp, Mahmudi berencana mengembangkan usaha jasa penyaluran tenaga kerja termasuk pembinaan dan inovasi digitalnya.
Keinginan Mahmudi membawa orang Indonesia bekerja di Jepang lahir dari kisah hidupnya sendiri. Mahmudi adalah anak buruh tani. Dia kemudian, berkesempatan kursus bahasa Jepang di Bali. Dari lingkungan tersebut, ia kemudian berhasil mendapatkan jodoh dan menikah dengan orang Jepang.
Setelah menikah, Mahmudi hijrah ke Jepang dan mulai bekerja di sana. "Kelebihan saya adalah saya pekerja keras dan rajin. Saya pernah bekerja menjadi cleaning service di hotel. Pernah juga bekerja di perusahaan konstruksi," ujarnya kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Setelah beberapa tahun bekerja, Mahmudi bertekad membangun usahanya sendiri. Akan tetapi, membuka usaha di Jepang bukan perkara mudah. Selain karena berstatus orang asing, akses permodalan juga sulit untuk didapatkannya.
Mahmudi mengatakan, saat itu ia optimistis dapat memulai usaha dengan tabungannya sendiri. Ia juga menghadap ke mertuanya untuk menggunakan nama Fukumoto agar lebih mudah diterima ketika bertemu mitra bisnis.
"Dari situlah pada 2007, saya mulai membangun Keihin yang sekarang bernama Keihin Corp," ujarnya.
Mayoritas usaha Keihin Corp bergerak di bidang pariwisata seperti penyewaan mobil dan perencanaan perjalanan untuk warga Indonesia yang berkunjung ke Jepang. Dengan semangat yang sama yakni untuk membantu orang Indonesia, Keihin pun berupaya berkembang untuk menjadi penyalur tenaga kerja.
Mahmudi menjelaskan, saat ini sedang dilakukan perubahan aturan ketenagakerjaan di Jepang. Dulu, ujar Mahmudi, pekerja kasar dari luar negeri yang ada di Jepang bisa didatangkan dengan status magang. Hal itu kemudian menimbulkan masalah karena tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi rentan dan tidak memiliki perlindungan.
Jepang pun melarang adanya sistem magang tersebut dan mengubahnya menjadi skema Specific Skilled Worker (SSW). Lewat skema tersebut, Mahmudi menyampaikan, peluang bekerja di Jepang antara lain menjadi caregiver atau perawat lansia, sektor pertanian, konstruksi, perikanan, perhotelan, otomotif, dan lain-lain.
Untuk menjadi penyalur tenaga kerja tersebut, Pemerintah Jepang kemudian juga mensyaratkan adanya kantor untuk lembaga penyalurnya. Dari sana, Mahmudi bersyukur bisa mendapatkan bantuan kredit Diaspora Loan dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI.
"Kebutuhan modal membangun kantor itu butuh sekitar Rp 1 miliar. Tentunya, kami terbantu dengan kehadiran BNI," ujar Mahmudi.
Ke depannya, Mahmudi juga berencana mengembangkan platform digital aplikasi pencari kerja di Jepang bernama Maha Job. Selain itu, ia juga berharap dapat membangun usaha pembinaan tenaga kerja di Indonesia untuk persiapan sertifikasi keterampilan maupun kursus bahasa Jepang.
Tips sebelum bekerja di Jepang... (halaman selanjutnya)