REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Surah Yusuf ayat 24 memiliki ragam tafsir yang penting untuk dipahami oleh seorang Muslim. Ayat itu sendiri mengisahkan tentang Nabi Yusuf AS dan seorang perempuan.
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, perempuan yang dimaksud adalah istri al-Aziz. Al-Aziz adalah julukan pada seorang menteri di Mesir saat itu bernama Qithfir atau Ithfir, yang merupakan majikan Nabi Yusuf. Istri Al-Aziz itu bernama Zulaikha.
"Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih" (QS Yusuf ayat 24).
Di awal ayat itu terdapat kata 'Hamma', yang secara harfiah berarti 'berkeinginan' atau 'bermaksud'. Ibnu Katsir menjelaskan, sejumlah pendapat menyebutkan bahwa yang dimaksud 'Hamma' adalah perkataan dalam hati yang berbahaya atau berisiko.
Kemudian Ibnu Katsir mengutip hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Allah 'Azza Wajalla berfirman, sedangkan firman-Nya adalah haq, 'Jika hamba-Ku berniat (mengamalkan) satu kebaikan, tulislah satu kebaikan untuknya, tetapi jika ia mengamalkannya maka tulislah untuknya sepuluh kebaikan yang serupa. Dan jika ia berniat satu kejahatan, janganlah kalian tulis hingga ia mengerjakannya, jika ia mengerjakannya, tulislah sebagai satu kejahatan yang serupa. Tetapi, jika (kejahatan itu) ia tinggalkan atau tidak ia kerjakan, tulislah sebagai satu kebaikan untuknya.' Kemudian beliau SAW membaca 'Siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya (QS al-An'am ayat 160)" (HR Tirmidzi).
Ayat 24 surah Yusuf menyebutkan, "Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya." Dalam Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan ayat itu berarti bahwa Nabi Yusuf AS tidak berkehendak kepada Zulaikha.
Adapun klausa "...sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.", sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir, yakni merujuk pada sejumlah riwayat, di antaranya riwayat Ibnu Abbas, Mujahid, Said bin Jubair, Qatadah, dan Muhammad bin Sirrin, dan riwayat lainnya.
Riwayat-riwayat itu menyebutkan, Nabi Yusuf melihat gambar sosok imajiner ayahnya, Nabi Yaqub AS, yang menggigit jarinya dengan mulutnya. Riwayat lain menyebu, bahwa sosok gambar Nabi Yaqub memukul dada Nabi Yusuf.
Al-Awfi meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Yusuf melihat bayangan penguasa. Penguasa yang dimaksud di sini adalah tuan atau majikan Nabi Yusuf.
Muhammad bin Ishaq dalam riwayatnya menjelaskan bahwa yang dilihat Nabi Yusuf adalah bayangan majikannya, Ithfir, yang berada di depan pintu.
Riwayat lain juga memberi penjelasan tentang surah Yusuf ayat 24. Riwayat ini dari Abu Maudud yang mendengar dari Muhamamd bin Ka'b Al Qurazi. Dalam riwayat ini dikatakan, Nabi Yusuf mendongak ke langit-langit rumah. Kemudian tampaklah sebuah tulisan di dinding yang bertuliskan ayat 32 surah al-Isra: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Selain riwayat-riwayat itu, Ibnu Katsir juga menukil dari Al-Awza'i, yang berkata bahwa Nabi Yusuf melihat satu ayat kitabullah di dinding yang melarang Nabi Yusuf melakukan hal tersebut.
Perkataan Ibnu Jarir, yang dinukil oleh Ibnu Katsir, tampak mencoba mengambil jalan tengah dari ragamnya tafsir terhadap ayat 24 surah Yusuf.
Ibnu Jarir berkata:
"Hal yang tepat disampaikan adalah bahwa dia (Nabi Yusuf) melihat beberapa tanda Allah yang menegurnya atas apa yang mereka (Nabi Yusuf dan Zulaikha) lakukan. Dan mungkin saja itu gambaran Nabi Yaqub. Dan mungkin saja itu gambar majikannya, dan mungkin saja tulisan yang dilihatnya itu adalah teguran. Tidak ada hujjah yang kuat untuk menentukan semua itu (ragam tafsir yang ada). Yang benar adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT."
Berlanjut pada kalimat selanjutnya pada ayat 24 surah Yusuf, "Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian." Ibnu Katsir menjelaskan, Allah menunjukkan bukti (burhan) kepada Nabi Yusuf, dan Allah SWT membersihkan Nabi Yusuf dari kejahatan dan maksiat dalam segala hal.
Di kalimat akhir pada ayat 24 Surat Yusuf, dikatakan "Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih." Ibnu Katsir menjelaskan, Nabi Yusuf termasuk salah satu dari orang-orang pilihan, yang tersucikan, dan saleh. Allah SWT memberikan keselamatan dan keutamaan kepada Nabi Yusuf AS.