Kamis 24 Aug 2023 19:10 WIB

TMC Sudah Habiskan Ratusan Kwintal Garam, Tapi Jakarta Belum Hujan Juga

Menko PMK Muhadjir Effendy meminta Kepala BNPB mencari alternatif selain TMC.

Rep: Ronggo Astungkoro, Haura Hafizhah, Antara/ Red: Andri Saubani
Mobil kepolisian menyemprotkan air di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Penyemprotan di sekitar jalan protokol tersebut sebagai upaya untuk membersihkan debu-debu yang bertebaran di jalanan akibat polusi udara.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mobil kepolisian menyemprotkan air di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Penyemprotan di sekitar jalan protokol tersebut sebagai upaya untuk membersihkan debu-debu yang bertebaran di jalanan akibat polusi udara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, pemerintah saat ini tengah mencari cara efektif untuk melakukan modifikasi cuaca di wilayah Jabodetabek. Hal itu terus dilakukan sebagai upaya mengatasi polusi udara yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

"Walaupun sekarang kita ini terus koordinasi, saya dengan Pak Kepala BNPB untuk mencari alternatif lain, termasuk mengatur rekayasa cuaca," ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (24/8/2023).

Baca Juga

Muhadjir menjelaskan, musim kemarau menjadi kendala dalam melakukan modifikasi cuaca. Awan yang biasa dicegat untuk kemudian ditaburkan NaCl alias garam sulit untuk ditemukan. Apalagi, saat ini belum ada cara yang bisa menggiring awan untuk berada di atas wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

"Hujan buatan itu kan kita mencegat, mengintersepsi. bisanya begitu, belum bisa dari atas laut digiring ke sini belum bisa. Kalau kita punya teknologi penggiringan awan baru bisa berarti," kata Muhadjir. 

Muhadjir menuturkan, dia telah meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melakukan kajian agar dapat menarik awan dalam modifikasi cuaca. Sejauh ini, kata dia, ratusan kwintal garam sudah dicoba ditaburkan untuk memodifikasi cuaca, tapi masih belum ada hasil yang cukup signifikan.

“Ini sudah ratusan kwintal garam loh yang digunakan. Tapi belum punya efek yang cukup signifikan. Kita berupaya keras untuk menangani dari semua sisi, termasuk WFH,” jelas dia. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengupayakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) selama tiga hari untuk membilas polusi. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, mengatakan TMC dilakukan di tanggal 19-21 Agustus. 

"Ada fase tertentu dimana minimal konsentrasi awan itu 30 persen, cukup untuk membuat hujan buatan. BNPB bersama BMKG, BRIN, dan TNI-Polri, kita sudah mulai melakukan TMC," ujar Abdul.

Pelaksanaan TMC untuk membilas polusi udara tidak hanya di Kota Jakarta, namun juga Bandung, Semarang dan beberapa kota lainnya. BNPB mengharapkan dalam 2-3 hari ke depan terdapat awan yang memungkinkan untuk prosedur tersebut.

Abdul menjelaskan bahwa kadar polusi saat ini lebih kurang sama saat musim hujan yang lalu terjadi. Terlebih saat pandemi Covid-19 dinyatakan selesai.

Namun di awal tahun tidak terlalu terasa polusinya, sebab terbilas oleh hujan. Frekuensi hujan membuat partikel debu dan polutan selalu terbilas. 

Sehingga TMC dilakukan sebagai langkah penanganan dalam fase kedaruratan. Namun Abdul memastikan ada kebijakan jangka panjang yang akan dilaksanakan untuk menangani buruknya kualitas udara. 

"Saat ini kita fokus dulu untuk untuk penanganan jangka pendek yang bisa kita lakukan. Sehingga paling tidak sampai kemarau ini, ya kalaupun tidak kan tiap hari minimalnya 2-3 kali seminggu hujaannya bisa turun untuk kembali nge-flushing (membilas)," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement