REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membeli barang dari luar negeri kini memang semakin mudah karena bisa dilakukan secara online dari mana saja dan kapan saja. Bahkan, hasil survei We Are Social di tahun 2022 mengungkap bahwa 62,6 persen dari populasi Indonesia yang berusia 16-64 tahun, telah aktif berbelanja melalui marketplace setiap minggunya, tak terkecuali untuk produk-produk luar negeri.
Namun, harus dipahami, kalau setiap barang yang dikirim dari luar negeri, baik yang kita belanjakan atau dapatkan sebagai hadiah, akan diperlakukan sebagai barang impor. Pelayanan dan pengawasan barang impor ini pun menjadi tanggung jawab Bea Cukai.
"Jadi memang impor barang kiriman itu tidak bisa sembarangan. Ada ketentuan yang harus dipahami dan dipenuhi masyarakat, agar proses impor barang kiriman dapat berjalan lancar," ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar.
Salah satu ketentuan yang harus dipahami masyarakat ialah prosedur pemeriksaan barang kiriman oleh Bea Cukai. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019, pemeriksaan pabean atas barang kiriman meliputi pemeriksaan barang dan penelitian dokumen yang dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
Dijelaskan Encep, alur pemeriksaan dimulai ketika barang kiriman tiba di gudang penyelenggara pos. Pihak penyelenggara pos melakukan pemberitahuan impor ke sistem komputerisasi pelayanan (SKP) Bea Cukai.
Selanjutnya, Bea Cukai meneliti pemberitahuan impor barang kiriman tersebut dan kelengkapan dokumen perizinan dalam hal barang terkena ketentuan larangan/pembatasan impor.
"Jika seluruh dokumen impor telah sesuai dan lengkap, Bea Cukai menerbitkan persetujuan pengeluaran barang termasuk besaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang harus dibayar oleh penerima barang. Namun, apabila dokumen impor belum lengkap atau terdapat perizinan impor yang belum dilampirkan, petugas akan meminta pemilik barang untuk melengkapi dokumen tersebut melalui penyelenggara pos yang bersangkutan," jelasnya.
Lalu, apabila barang dikategorikan jalur merah, maka akan dilakukan pemeriksaan fisik oleh Bea Cukai. "Misal berdasarkan tampilan pemindai elektronik, terdapat kecurigaan bahwa jumlah dan/atau jenis barang yang tidak sesuai dengan yang tercantum pada consignment note (CN)
atau jika uraian jumlah barang, jenis barang, dan/atau nilai yang tercantum pada dokumen consignment note (CN) tidak jelas atau tidak tercantum dalam dokumen pelengkap pabean lainnya yang menyertai barang kiriman," imbuh Encep.
Pemeriksaan fisik tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pemindai elektronik dan/atau oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani barang kiriman. Jika pada kantor pabean tidak tersedia alat pemindai elektronik atau alat pemindai elektronik dalam keadaan rusak, maka pemeriksaan fisik dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan disaksikan oleh petugas penyelenggara pos yang bersangkutan. Barang kiriman yang telah diperiksa fisik akan diberikan tanda khusus pada kemasannya.
Hasil pemeriksaan barang kiriman dapat berupa penetapan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang kemudian diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPBMCP), penetapan tarif dan nilai pabean (billing tagihan dan SPPBMCP) dalam hal barang kiriman dikenai bea masuk dan pajak dalam rangka impor; atau penerbitan dokumen pemberitahuan untuk pemenuhan dokumen pelengkap pabean (invoice, bukti bayar yang valid, dll) dan dokumen pemenuhan kewajiban larangan atau pembatasan (SPBL-BK).
"Pemeriksaan barang kiriman ini menjadi wujud pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai, yaitu community protector. Kami berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari masuknya barang ilegal dan berbahaya. Diharapkan, dengan implementasi kebijakan barang kiriman melalui pengawasan dan pelayanan yang baik, akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bea Cukai serta mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik," tutup Encep.