REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Koordinator Kebijakan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Martha Theresia J Siregar mengungkapkan, kondisi luas habitat flora dan fauna yang terus mengalami penyusutan. Hal ini diungkapkan saat menghadiri Kuliah Umum di Ruang Sidang Senat (RSS) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 28 Oktober 2023.
Menurut Martha, saat ini dunia sedang menghadapi krisis yang mengancam masa depan bumi dan manusia. Setidaknya terdapat tiga indikator lingkaran yang saling berkaitan. "Yakni perubahan iklim, polusi,dan kerusakan lingkungan. Ketiganya berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati," katanya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut. Hal ini dimulai dari ikut serta dalam perumusan regulasi untuk mengawasi pengendalian pencemaran lingkungan hingga memaksimalkan pengolahan limbah industri agar mengurangi pencemaran.
Begitupun dengan edukasi kepada publik mengenai pentingnya kesadaran untuk tetap peduli pada lingkungan sekaligus keanekaragaman hayati yang ada. Saat ini, kata dia, setidaknya ada lebih dari satu juta spesies hewan dan tumbuhan yang mengalami ancaman kepunahan.
Luas habitat flora dan fauna itu diprediksi mengalami penyusutan hingga tersisa 49,7 persen pada 2045. Kondisi ini menjadi kejadian yang perlu diberi perhatian lebih.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pengawasan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, M Saparis Soedarjonto menyampaikan, manajemen air menjadi salah satu kunci untuk menciptakan hasil pertanian. Kemudian juga sekaligus salah satu indikator dalam menciptakan tata kelola alam yang baik.
Menurut dia, peran hutan untuk ketahanan air dan pangan itu sangat berkaitan. Dia mengambil contoh di hutan di Gorontalo. "Hutan ini menyuplai air ke bendungan dan air tersebut dikelola dengan baik untuk mengairi sawah-sawah yang total luasnya 6.880 hektare dan menghasilkan produksi beras 619 miliar per tahun,” ungkapnya.
Dengan data tersebut, dia berpesan kepada seluruh pihak untuk saling menjaga ekosistem yang ada di hutan. Kondisi itu diharapkan tidak dirusak oleh tambang-tambang yang tak bertanggung jawab.
Hal ini penting mengingat pengolahan limbah tambang yang tidak baik pasti menyebabkan kerusakan pada alam. Juga menimbulkan ketidakseimbangan.