Senin 30 Oct 2023 21:16 WIB

Punya Data E-Commerce, Pemerintah Harap tak Ada Lagi Tanah Abang vs Toko Online

Data ini akan jadi pijakan pengambilan kebijakan pemerintah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
 Pedagang menjual kebaya via live shopping media sosial di Tanah Abang Jakarta, Indonesia  Kamis, 28 September 2023.
Foto: AP Photo/Tatan Syuflana
Pedagang menjual kebaya via live shopping media sosial di Tanah Abang Jakarta, Indonesia Kamis, 28 September 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) bakal segera memiliki data transaksi e-commerce secara resmi mulai tahun depan. Melalui data tersebut, pemerintah dapat mengetahui secara detail besaran transaksi yang terjadi dalam perdagangan barang dan jasa melalui platform digital. 

Deputi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM, Kemenko Bidang Perekonomian, Rudy Salahuddin, menjelaskan, selama ini data-data Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dimiliki pemerintah bukan data resmi karena berasal dari data survei maupun riset lembaga swasta atau pelaku e-commerce itu sendiri. Sementara itu, perdagangan digital kian masif dan semakin mengkhawatirkan bila pemerintah tak punya data resmi yang valid sebagai dasar kebijakan. 

Baca Juga

"Contoh kemarin kita dihebohkan dengan pedagang tanah abang vs pedagang platform e-commerce. Begitu kita diminta datanya, coba dibandingkan berapa transaksinya, kita tidak memiliki data akurat terkait yang seharusnya kita miliki untuk ambil keputusan," kata Rudy di Jakarta, Senin (30/10/2023). 

Seperti diketahui, para pedagang Tanah Abang sempat mendapat angin segar setelah pemerintah menutup Tiktok Shop, media sosial yang punya fungsi sekaligus menjadi toko online.

Tak lama, ramai diberitakan para pedagang di Tanah Abang meminta pemerintah untuk menutup e-commerce lainnya. Namun, permintaan itu tak dapat dikabulkan karena digitalisasi menjadi keharusan.

Oleh karena itu, Rudy mengatakan, dengan keberadaan data e-commerce, pemerintah ke depan bisa memiliki keputusan berdasarkan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Kebijakan yang diambil juga tidak sebatas temporer atau jangka pendek. 

Meski demikian, ia mengakui, peraturan kewajiban penyampaikan data e-commerce melalui Pertaturan  Peraturan BPS Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penyampaikan dan Pengelolaan Data dan/atau Informasi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik cukup terlambat. 

Sebab, pada 2019 lalu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Di mana, PP tersebut menginstruksikan agar data.

"Seharusnya (Peraturan BPS) ini di tahun 2019 atau 2020 sudah dikeluarkan tapi kita masih tarik ulur dengan para pelaku usaha. Setelah peraturan sudah keluar pun, kita masih harus lakukan banyak diskusi dan dialog agar ada solusi win-win dan tidak ada yang dirugikan," ujarnya. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement