Rabu 01 Nov 2023 03:51 WIB

Pemkab Situbondo Harap Pasokan dari Daerah Lain Stabilkan Harga Cabai

Produksi lokal atau panen cabai di Situbondo mulai berkurang.

Pedagang menunjukkan cabai dagangannya di pasar (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi.
Pedagang menunjukkan cabai dagangannya di pasar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SITUBONDO -- Pemerintah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, berkoordinasi dengan beberapa kabupaten/daerah lain yang surplus produksi cabai rawit untuk meminta pengiriman komoditas itu guna menekan kenaikan harga yang saat ini melonjak menjadi Rp 68 ribu hingga Rp 70 ribu per kilogram.

Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Situbondo Ruben Pakilaran mengatakan koordinasi mengenai permintaan suplai cabai rawit ke kabupaten tetangga dan daerah surplus produksi cabai rawit ini dilakukan agar harga tidak terus melonjak.

"Untuk komoditas cabai rawit ketika harganya naik, kami biasa melakukan koordinasi dengan kabupaten tetangga yang surplus produksi cabai rawit, karena dengan suplai dari daerah lain akan mampu untuk menstabilkan harga cabai rawit yang saat ini mencapai Rp 70 ribu per kg di pasaran," kata Ruben.

Dari pantauan di pasar tradisional, cabai rawit memang mengalami kenaikan harga sejak dua pekan terakhir. Menurut informasi sejumlah petani cabai rawit, kenaikan harga terjadi karena produksi lokal atau panen cabai di Situbondo mulai berkurang.

Sehingga berdampak kepada naiknya harga akibat produksi dan kebutuhan tidak seimbang. "Ada juga petani cabai rawit yang sudah memasuki selesai panen sehingga produksi lokal terus berkurang, termasuk dampak musim kemarau panjang juga menjadi penyebab berkurangnya produksi cabai rawit," ujarnya.

Sementara itu, seorang petani cabai rawit di Desa Palangan Kecamatan Jangkar, Situbondo, Kusnadi mengaku senang dengan naiknya harga cabai rawit karena bisa menambah pendapatan penjualan hasil panennya.

"Sejak tiga pekan lalu harganya terus naik, mulai harga Rp 15 ribu, Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, dan saat ini Rp 63 ribu-Rp 65 ribu dijual ke pengepul," jelas dia.

Kusnadi menambahkan hasil panen cabai rawit musim tanam tahun ini berkurang karena musim kemarau panjang, dan bahkan dampak fenomena el Nino berpengaruh pada masa panen.

"Biasanya kalau musim kemarau tidak seperti tahun ini, masa panen bisa sampai empat bulan (setiap sepekan panen), tapi karena panasnya luar biasa masa panen tidak sampai tiga bulan," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement