Selasa 07 Nov 2023 09:33 WIB

IHSG Bergerak Lesu Jelang Rilis Data Neraca Dagang China

IHSG mengalami tekanan meski sempat dibuka menguat ke level 6.887,02.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023). IHSG ditutup melemah 0,32% ke 6899,39 pada akhir perdagangan. IHSG sempat mencapai posisi tertinggi di 6.937,64 dan terendah di 6.898,38 sepanjang sesi. Sebanyak 219 saham ditutup di zona hijau, 308 saham melemah, dan 215 saham lainnya ditutup di posisi yang sama.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023). IHSG ditutup melemah 0,32% ke 6899,39 pada akhir perdagangan. IHSG sempat mencapai posisi tertinggi di 6.937,64 dan terendah di 6.898,38 sepanjang sesi. Sebanyak 219 saham ditutup di zona hijau, 308 saham melemah, dan 215 saham lainnya ditutup di posisi yang sama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi berpeluang menguat pada perdagangan Rabu (7/11/2023). Pagi ini, IHSG mengalami tekanan meski sempat dibuka menguat ke level 6.887,02.

Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan tertekannya IHSG sejalan dengan pergerakan bursa saham di Asia. Namun, IHSG diperkirakan akan bergerak naik dengan support di level 6.700 dan resistance di level 6.950.

Baca Juga

"Indeks saham di Asia pagi ini dibuka melemah menjelang rilis data Neraca Perdagangan China dan keputusan suku bunga kebijakan oleh bank sentral Australia (RBA)," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam ulasannya.

RBA diprediksi akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,35 persen. Hal tersebut lantaran ketahanan ekonomi mensyaratkan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut untuk mengendalikan tekanan inflasi.

Indeks saham utama di Wall Street semalam di tutup naik tipis. Reli DJIA dan S&P 500 pun berlanjut menjadi enam hari beruntun. Sedangkan reli Nasdaq telah berlangsung selama tujuh hari beruntun.

Pelaku pasar masih berharap bank sentral AS Federal Reserve bersiap mengakahiri siklus kenaikan suku bunganya. Optimisme tersebut muncul setelah data pertumbuhan pasar tenaga kerja dan pertumbuhan upah di AS menunjukkan perlambatan. 

Selain itu, investor menantikan arahan dari sejumlah pejabat tinggi Federal Reserve berkaitan dengan niat bank sentral. Beberapa pejabat tinggi Federal Reserve, termasuk ketua Federal Reserve Jerome Powell dijadwalkan tampil di depan publik sepanjang minggu ini.

Di pasar obligasi, imbal hasil surat utang Pemerintah AS bertenor 10 tahun naik sekitar 10 bps menjadi 4,66 persen. Di pasar komoditas, harga minyak mentah naik setelah Arab Saudi dan Rusia mempertegas komitmen menurunkan volume produksi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement