REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Importasi beras masih menjadi solusi utama bagi pemerintah saat ini untuk memenuhi cadangan beras pemerintah di Perum Bulog. Importasi diambil lantara produksi yang mengalami gangguan disertai rata-rata harga dalam negeri yang cukup tinggi.
Tercatat, tahun ini Bulog mendapatkan kuota penugasan impor sebanyak dua juta ton untuk mengisi gudangnya. Baru-baru ini, pemerintah kembali menugaskan Bulog untuk mengimpor 1,5 juta ton beras sebagai antisipasi mundurnya musim panen imbas kemarau ekstrem El Nino.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut, pemerintah juga akan kembali mengimpor beras sebanyak dua juta ton untuk tahun 2024. Hanya saja, pelaksanan importasi tahun depan tetap memantau perkembangan situasi produksi dalam negeri.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyampaikan, penentuan importasi menjadi kewenangan dari Bapanas. Meski demikian, Kementan akan tetap mengoptimalisasi produksi agar kebutuhan dalam negeri dapat tercukupi.
“Kita fokus produksi, masalah impor di badan pangan. Tapi katanya (impor 2024) itu luncuran dari 2023. Rekomendasi (impor) sudah keluar, jadi itu luncuran sekarang,” kata Amran dikutip Republika.co.id, Jumat (10/11/2023).
Amran pun enggan menyebut secara eksplisit kapan Indonesia bebas dari ketergantungan impor. Menurutnya yang terpenting saat ini para petani bisa meningkatkan produktivitas yang nantinya bisa menambah produksi beras secara nasional.
Ia menargetkan, produktivitas padi secara nasional ditargetkan bisa meningkat menjadi 7 ton per hektare dari rata-rata saat ini masih berkisar 5 ton per hektare.
Selain itu, upaya lain yang dilakukan dengan meningkatkan indeks pertanaman dalam setahun. “Yang masih tanam satu kali, naik jadi dua kali. Lalu yang dua kali jadi tiga kali,” kata Amran.
Mengutip data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2023 diproyeksikan hanya mencapai 53,63 juta ton atau turun 2,05 persen dari realisasi 2022 sebanyak 54,75 juta ton.
Seiring dengan penyusutan produksi GKG, produksi beras diperkirakan hanya mencapai 30,9 juta ton lebih rendah dari tahun lalu 31,5 juta ton. Musim kekeringan dinilai menjadi salah satu kendala utama petani pada tahun ini dalam memproduksi beras.