Sabtu 25 Nov 2023 19:16 WIB

Hindari Sikap Permusuhan dan Dendam

Jangan berikan peluang bagi sifat permusuhan dan dendam yang sangat berbahaya.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Konflik Sosial
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Konflik Sosial

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi menyampaikan nasihat kepada umat Islam agar menghindari sikap permusuhan dan dendam dalam dirinya. Hal ini disampaikan Nursi dalam kitabnya yang berjudul Al-Maktubat.

"Jika engkau benar-benar mencintai dirimu, jangan berikan peluang bagi sifat permusuhan dan dendam yang sangat berbahaya bagi kehidupan pribadi untuk merasuk ke dalam hatimu. Kalaupun keduanya sudah terlanjur masuk dan telah bersemayam di dalamnya, hendaknya engkau mengabaikan keduanya," jelas Nursi dikutip dari halaman 448.

Dia pun mengajak umat Islam untuk merenungkan ucapan al-Hafizh Syirazi, sosok yang memilik basirah yang mampu menembus kedalaman hakikat, berikut ini:

دُنْيَا نَه مَتَاعِيسْت۪ى كِه اَرْزَدْ بَنِزَاع۪ى

Artinya: "Sesungguhnya dunia beserta isinya bukanlah barang berharga yang pantas diperselisihkan. Jika dunia yang besar beserta isinya saja tidak bernilai seperti itu, apalagi dengan hal-hal kecil lainnya."

Renungkan pula perkataan al-Hafidz Syarazi berikut:

آسَايِشِ دُو گ۪يت۪ى تَفْس۪يرِ اِينْ دُو حَرْفَسْتْ

بَادُوسِتَانْ مُرُوَّتْ بَادُشْمَنَانْ مُدَارَا

Artinya: "Kedamaian dan keselamatan di kedua alam bergantung pada dua hal: Keluhuran budi terhadap kawan, serta perlakuan bijak terhadap lawan."

Barangkali sebagian umat Islam akan mengatakan, “Hal itu di luar kemampuanku. Sebab, rasa permusuhan telah terlanjur tertanam dalam fitrahku. Aku tidak punya pilihan lain. Di samping itu, mereka telah melukai perasaanku dan menyakitiku sehingga aku tidak bisa memaafkan mereka.” 

Namun, Nursi menjawab bahwa jika akhlak buruk tidak terwujud dalam bentuk perbuatan dan tidak menjadi dasar sebuah tindakan seperti gibah misalnya, serta pelakunya menyadari kesalahannya itu, maka hal itu tidak membahayakan. 

"Selama engkau tidak memiliki pilihan lain dalam hal tersebut, dan engkau tidak bisa mengelak dari permusuhan tadi, maka kesadaran dalam hal menyadari kekurangan dan kesalahan itu akan membebaskanmu―dengan izin Allah―dari akibat buruk permusuhan yang tertanam dalam dirimu," kata Nursi. 

Sebab, tambah dia, hal itu dianggap sebagai penyesalan yang tersirat, taubat yang tersembunyi, dan istigfar maknawi. 

"Pembahasan ini kami tulis memang untuk memperoleh istigfar yang bersifat maknawi ini sehingga orang mukmin tidak menganggap kebatilan sebagai kebenaran, serta tidak memperlihatkan kebatilan lawannya yang sebenarnya berada di pihak yang benar," jelas Nursi. 

Nursi sendiri pernah mengalami suatu kasus yang pantas untuk direnungkan. Suatu hari, dia melihat seorang ilmuwan mengkritik seorang ulama, sampai-sampai ia berani mengafirkannya. Kritiknya itu disebabkan adanya perselisihan di antara keduanya dalam persoalan politik. 

Namun, pada waktu yang sama, ilmuwan tersebut memuji seorang munafik yang memiliki kesamaan pandangan politik dengannya. Peristiwa ini benar-benar menggoncang Nursi. 

Lalu Nursi mengatakan,

أعوذ بالله من الشيطان والسياسة.

Artinya: "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan dan fitnah politik. Sejak saat itu, aku menarik diri dari kancah politik."

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement