REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teladan Nabi Muhammad SAW sangatlah lengkap. Mulai dari perbuatan, sikap, hingga perkataan beliau adalah akhlak.
Dari berbagai literatur banyak ditegaskan bahwa karena ketepatan gaya bahasa yang dipilih Rasulullah kerap diceritakan oleh semua orang yang pernah bertemu, berinteraksi, dan merasakan kedekatan dengan beliau. Tutur kata dan sikap Nabi membuat setiap orang yang berkomunikasi dengan beliau merasa dekat, merasa dihormati dan dihargai apapun latar belakangnya.
Hal ini ditegaskan dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 159 yang berbunyi, "Fabimaa rohmatim minalloohi linta lahum. Walau kunta fadhdhon gholiidhol qolbi lanfadldluu min haulik. Fa’fu ‘anhum wastaghfirlahum wasyaawirhum fil amr. Fa,idzaa azamta fatawakkal ‘alallooh. Innallooha yuhibbul mutawakkiliin."
Yang artinya, "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Andaikata Nabi bersikap keras dan berhati kasar, niscaya orang yang diajak oleh Nabi akan lari menjauh. Mereka tidak akan terkesan dan berkenan untuk masuk Islam. Dakwah mestinya dimulai dengan jiwa-jiwa yang memiliki hati yang lembut dan mengaplikasikannya dengan ucapan yang santun. Bukan dengan perkataan yang isinya menyakiti atau merendahkan orang lain.
Seberapa tingginya pun derajat Rasulullah di mata Allah, beliau tidak pernah merendahkan orang lain. Baik dengan perbuatan apalagi melalui lisannya. Tak heran jika dalam sebuah riwayat hadits riwayat Imam Bukhari, Nabi Muhammad menegaskan bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka hendaknya berkata dengan perkataan yang baik. Atau jika tidak bisa, maka sebaiknya diam.
Lihat halaman berikutnya >>>