REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan satu tersangka lagi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI tahun anggaran 2012. Tersangka baru tersebut ialah Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia.
Karunia awalnya diperiksa oleh KPK pada Senin (29/1/2024). Pada sore harinya, KPK memutuskan menahan Karunia.
"Hari ini tim penyidik melakukan penahanan untuk satu orang tersangka, yaitu KRN (Karunia) selaku direktur PT AIM," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (29/1/2024).
Karunia menjalani masa penahanan di Rutan Cabang KPK. Penahanan itu dilakukan sepanjang 20 hari terhitung pada hari ini sampai 17 Februari 2024. Lewat penahanan tersebut, KPK menjamin bakal terus mengembangkan perkara ini.
"Berkas perkara penyidikan masih terus berproses untuk dilengkapi tim penyidik dengan memanggil berbagai pihak sebagai saksi," ujar Ali.
Tercatat, KPK sudah menahan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemenaker 2011-2015 Reyna Usman serta Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemenaker sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I Nyoman Darmanta.
Kasus ini berawal pada 2012 saat Kemenaker melaksanakan pengadaan sistem proteksi TKI. Tujuannya program ini dalam rangka melakukan pengolahan data proteksi TKI.
Reyna yang saat itu menjabat Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemenaker mengajukan anggaran sebesar Rp 20 miliar. Sedangkan Nyoman Darmanta ditunjuk menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK).
Reyna, Nyoman dan Karunia bertemu guna menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPL) untuk proyek ini pada Maret 2012. Pertemuan tersebut menyepakati proyek ini bakal digarap oleh perusahaan Karunia.
KPK menduga sejak awal lelang proyek ini telah dikondisikan guna memenangkan perusahaan Karunia. Karunia diduga menyiapkan dua perusahaan guna berpura-pura bersaing dalam lelang proyek ini.
Akibat adanya kongkalikong tersebut, pelaksanaan proyek menjadi tidak maksimal sehingga terdapat item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah kerja.
Baca juga: Ingin Segala Urusan Dipermudah Allah SWT? Baca Doa dari Alquran Berikut Ini
Walau pekerjaannya tidak rampung, Nyoman selaku PPK bersikukuh memerintahkan pembayaran untuk Karunia dilunasi 100 persen. Padahal realitanya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis penempatan TKI di Malaysia dan Arab Saudi.
Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara Rp 17,6 miliar berdasarkan penghitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.