REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam komisioner lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres). Namun, putusan itu tak akan memengaruhi status cawapres Gibran.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mengaku menghormati putusan dari DKPP terhadap ketua dan sejumlah komisioner KPU. Namun, putusan itu dinilai tak akan memengaruhi pencalonan Gibran sebagai cawapres.
"Putusan etik kan berkaitan dengan profesionalisme pribadinya. Begitu. Apakah cawapres? Tidak ada masalah itu," kata dia di Kantor Bawaslu, Selasa (6/2/2024).
Ia menilai, Gibran tetap sah menjadi cawapres. Pasalnya, putusan itu dinilai tak berkaitan dengan status Gibran. Artinya, pencalonan Gibran tetap sah di mata hukum. "Secara hukum tidak (cacat pencalonam Gibran)," kata Bagja.
Ketika ditanya langkah Bawaslu terkait putusan DKPP? Bagja menyerahkan ke lembaga bersangkutan. Namun, supaya tidak terjadi hal-hal demikian ke depan, ia meminta semua pihak menjaga etika dan profesionalisme penyelenggaraan pemilu.
Sebelumnya, DKPP memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.
Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).