Rabu 06 Mar 2024 14:45 WIB

Bagaimana Polisi Mengungkap Kasus Pemalsuan Sertifikat Keturunan Nabi?

Tersangka pemalsuan sertifikat keturunan Nabi meraup untung belasan juta rupiah.

Tersangka pemalsuan sertifikat keturunan Nabi meraup untung belasan juta rupiah. Foto:   Ilustrasi borgol
Foto: Republika
Tersangka pemalsuan sertifikat keturunan Nabi meraup untung belasan juta rupiah. Foto: Ilustrasi borgol

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG --Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap kasus pembuatan laman atau website dan sertifikat palsu dari Rabithah Alawiyah, lembaga otoritatif yang memberi legitimasi pewaris garis keturunan Nabi Muhammad SAW.

"Satu orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut yakni, JMW (24), pria asal Bulak Simpul, Kalideres, Jakarta Barat, " kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak saat dikonfirmasi, Senin.

Baca Juga

Ade Safri menjelaskan kasus ini bermula saat korban bernama Ahmad Ramzy Ba'abud melaporkan sebuah website yang mengatasnamakan Rabithah Alawiyah, yaitu https://maktabdaimi.blogspot.com/?m=1.

Korban juga telah membuat laporan polisi dengan Nomor : LP/B/7725/XII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 26 Desember 2023.

"Yang mana di dalam blogspot tersebut berisi tentang nasab semua habib yang sudah terdata di Rabithah Alawiyah, selain itu pemilik blogspot tersebut menduplikasi logo milik Rabithah Alawiyah sehingga seolah-olah adalah blogspot resmi dari Rabithah Alawiyah," katanya.

 Ade menambahkan selain membuat website palsu, JMW juga memalsukan sertifikat Rabithah Alawiyah dengan biaya Rp4 juta per nama.

 "Nantinya, nama-nama orang yang bukan keturunan Nabi Muhammad SAW dimasukkan ke website tersebut, sehingga nama tersebut bisa tercatat di organisasi Rabithah Alawiyah, sedangkan klarifikasi dari pihak Rabithah Alawiyah sendiri tidak pernah memiliki blogspot," ucapnya.

 Ade menyebut tersangka JMW berhasil meraup keuntungan hingga Rp18,5 juta dengan jumlah korban enam orang.

 Atas perbuatannya, JMW kini ditahan di Rutan Polda Metro Jaya dan dijerat dengan pasal 35 Jo 51 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

 "Rencana tindak lanjut, melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan pemeriksaan terhadap ahli pidana dan ITE. (Lalu) melengkapi berkas perkara dan kirimkan tahap I berkas perkara," ucap Ade Safri.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement