Oleh: Lukman Hakiem, Penulis Biografi Dr Anwar Harjono dan Mantan Anggota DPR.
Pada akhir 1954 terjadi peristiwa penting yang tidak terdeteksi Jepang hanya memberitahu publik. Pada akhir 1944 ada mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran, Ika Daiganu yang tidak mau dicukur rambutnya, dan karena itu dikeluarkan dari Ika Daogsky.
Peristiwa yang terjadi sesungguhnya lebih dari itu. Dengan menolak pencukuran paksa, para mahasiswa Ika Daigsku itu sesungguhnya sedang menyatakan sikap menolak penjajahan Jepang. Tidak lama sesudah pemberontakan mahasiswa ika Daiganu di Jakarta berdiri Sekolah Tinggi Islam (STI).
Pada bagian permulaan diterima selitar 13mahasiswa, antara lain Anwar Harjono, Subiannto Djojohadikusumo (salah seorang mahasiwa Ika Daigaky yang memberontak, Soeroto Koento (dengan pangkat Mayor TNI, pada 1946 hilang di kampung Warung Bambu Karawang, sepulang dari Cileungsi untuk menginspeksi laskar-laskar di sana yang akan ditentarakan.
Mobil Soeroto ditemukan di tepi jalan Warung Bambu dalam keadaan mesin masih hidup. Untuk mengenang jasa Soeroto Kunto, di tempat ditemukannya mobil Mayor Soeroto didirikan monumen berbentuk bambu runcing.
Seorang lagi mahasiswa Ika Daigaky yang pindah ke STI ialah Bagdja Nitisieirja yang kelsk berkaries sebagsi diplomat. Bakat kepemimpinan Soebianto terlibat sejak di STI. Dia membentuk Persatuan Pelajar STI (mahasiswa di masa itu belum popular), PP STI kelsk dikenal sebagai Dewan Mahasiswa.
Bersamaan dengan hijrahnya ibukota RI dari Jakarta ke Yogyakarta, STI pendirinya adalah para menteri daldm Kdbinet Presiden Sukarno,ikut hijrah ke Yogya. Di diubah namanya menjadi Uniersitas Islam Indonesia (UII).
Di samping kuliah, Soebianto aktif dalam gerakan pemuda yang mendesak Sukarno-Hatta supaya segera memproklamasikan kemerdekaan di luar skenario Jepang. Bersama Soebagio Sastrosatomo, Soebianto diberi amanah menyampaikan aspirasi par pemuda kepada Bung Karno dan Bung Hatta.
Ketika aspirasi pemuda itu ditolak olehBung Karno, Soebianto dan Soebadio menyampakikan aspirasi para pemuda radikal itu kepada Bung Hatta.
Seperti Bung Karno, Bung Hatta juga menolak aspirasi pemuda yang disampaikan oleh Soebianto dan Soebadio.
"Sejak saat itu," kenang Hatta, 'Soebianto jarang datang ke rumah Hatta. Namun,
Sesudah Proklamasi, Soebianto kembali rajin menyambangi Hatta, hingga Soebianto gugur daldm peristiwa Lengkong, Januari 1946.
Salah seorang sahabat Soebianto di STI, A. Karim Halim mengenang, bila di awal kepemimpinan Soebianto , PP STI berkembang menjadi organisasi pemuda perjuangan yang tanpa kenal Lelah. Soebianto kerap mengumpulkan para mahasiswa STI untuk menggembleng mereka dengan nilsi-nilai kebangsaan dan kemerdekaan.
Soebianto juga menitipkan berapa semboyan perjuangan kepada Karim Halim dengan pesan agar semboyan-semboyan itu ditulis dan dilukis di tembok-tembok kota, di trem, gerbong kereta api, dan di badan-badan mobil.
Ketika seorang mantan opsir Pembela Tanah Air, Otto Djasoentara yang sedang mencari keluarganya di Jakarta dan menginap di markas PP STI, Karim Halim meminta Otto yang pandai melukis dan bagus tulisannya untuk menuliskan semboyan perjuangan dari Soebianto di tempat-tempat yang strategis.
Dibantu para penghuni Asrama Balai Muslimin Indonesia yang terletak di Jl. Kramat Raya 19'O tto menuliskan: Any nation has the right to self determination, Indonesia Never the lifeblood of any nation, INDONESIA MERDEKA, dan 70 juta rakyat Indonesia Satu,
Aksi corat-coeet yang dipelopori oleh penghuni asrama mahasiswa STI, Balai Muslimin Indonesia, segera menjalar ke seluruh kota di Indonesia, terutama di Jawa.
Karim Halim mencatat, mahasiswa STI, Djasmar Asjam menyelundupkan banyak sekali senjata terutama karaben, pistol, dan granat ke Balai Muslimin.
Anggota PP STI ya g menyebar ke seluruh Jawa, oleh Anwar Harjono dibekali selebaran berupa kutipan ayat Quran dan hadits yang mengibarkan semangat Jihad Sabilillah. Temen-temen Anwar Harjono dari Tanah Abang dan Jatinegara, mengirimkan banyak sekali bambu runcing siap pakai ke Balai Muslimin.
Seiring dengan makin berkembangnya PP STI, makin banyak pemuda pejuang mengenal Balai Muslimin dan menganggapnya sebagai markas perjuangan pro-kemerdekaan.
Dengan kenyataan itu, PP STI sebagai nama organisasi dirasa tidak pas Lagi. Maka
Berkembanglah pemikiran untuk membe tuk organisasi pemuda yang lebih besar dsn lebih mencakup.
Pada akhir September 1945, dipimpin oleh Soebianto dan Soeroto Kunto, dimulailah pembicaraan tentang pembentukan organisasi pemuda yang lebih luas dan mencakup pembentukan. Organisasi ini dipimpin Soebianto dan Soeroto.
Rapat pertama organiasi ini berlangsung panas. Satu pendapat menghendaki organisasi pemuda bersifat kebangsaan pendapat lain, menghendaki agar yang dibentuk adalah organisasi pemuda Islam.
Demikianlah, maka pada 2 Oktober 1945 lahirlah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Atas saran dari Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto (seorang pemuda pejuang anti-Jepang) yang saat itu sedang berada dalam tahanan Kempeta, disetujui menjadi Ketua Umum Pucuk Pimpinan GPII.
Anwar Harjono teman seangkatan Soebianto, ditunjuk menjadi sekretadis Umum GPII.
Sejak kelahirannya, GPII aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan dengan semangat demokrasi. Pada Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta, November 1945, GPII dipercanya menjadi wakil publik yang menolak keras rencana pembentukan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) sebagai wadah tunggal organisasi pemuda Indonesia.
Sebgai ganti Pesindo, dibentuklah Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia yang diketusi okeh Chairul Saleh. Ahmad Buchsri dari PP GPII dipercaya menjadi Wakil Ketua.
Para mahasiswa STI seperti Soebianto Djojohadiksumo, Soeroto Koento, Djanma Adjam, Anwar Harjono, dan Muftsinu Mukmin yang mengawal Sukarno-Hatta dalam perjalanan penuh risiko menuju Lapangan Ikada pada 19 September 1945.Ini dilakulan dengan cara masing-masing telah berjuang bahu membahu mempertahankan kemerdekaan.
Mereka semua adalah para pahlawan yang laask dikukuhkan menjadi pahlawan nasional.