Selasa 04 Jun 2024 08:24 WIB

Tukang Becak Naik Haji: Penumpang Gratis di Hari Jumat

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Partner
.

Tukang becak di pangkalan. (Ilustrasi Foto: Dok. Republika.co.id)
Tukang becak di pangkalan. (Ilustrasi Foto: Dok. Republika.co.id)

SumatraLink.id – Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, asalkan yakin. Naik haji ke Tanah Suci tidak semata milik orang kaya. Orang belum mampu secara lahiriah tetap mendapatkan kesempatan luas oleh Allah Subhanahu wata’ala (SWT) untuk merampungkan rukun Islam kelima pergi haji.

Kisah ini terinspirasi dari Al-Quran Surah Al-Isra ayat 7, “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” Nabi Muhammad Rasulullah Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya,” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Parmin, seorang tukang becak, dalam kisah yang dipaparkan Khunaefi el-Ghony dalam bukunya Optimis Haji Bisa Gratis (2013), telah membuktikan hal itu. Untuk berangkat haji, sekiranya sangat jauh dari harapan bagi Parmin, yang untuk mencukupkan kebutuhan dapur dan rumah tangganya saja masih kalangkabut.

Tukang becak ini masih tinggal di indekos, belum punya rumah pribadi. Secara materi ia berkekurangan, tapi secara spritual, ia rajin beribadah, baik shalat lima waktu maupun berpuasa.

Parmin memang tidak kaya, tapi ia masih menyisakan kaya hati. Harta miliknya tak mungkin dapat dibagikan kepada orang lain. Namun, Parmin tidak putus asa untuk dapat berbagi dengan orang lain. Ia menyedekahkan harta dalam bentuk jasa tukang becak dengan menggratiskan penumpangnya pada hari Jumat.

Sedekah jasa becak gratis bagi penumpang pada hari Jumat telah lama ia jalani. Tibalah, awal bulan Ramadhan. Seorang pemilik mobil mewah mogok di perempatan jalan, tempat Parmin mangkal. Parmin mendapatkan penumpang orang kaya di dalam becaknya.

Baca juga: Berutang Seribu Dinar dengan Jaminan Allah SWT

Jarak yang ditempuh dalam menggowes becaknya tidak jauh. Orang kaya tersebut sangat berharap cepat sampai. Tiba di tempat tujuan, orang kaya tersebut mengeluarkan koceknya dari dompet sebesar Rp 10.000. Tapi, Parmin menolaknya.

“Kenapa bapak menolaknya? Apa bayaran saya kurang?” kata orang kaya tersebut heran.

“Oh tidak, Pak. Itu lebih dari cukup. Tetapi, memang saya sudah meniatkan diri untuk tidak menerima upah setiap hari Jumat,” timpal Parmin halus.


Orang kaya tadi sangat terkejut dan sekaligus kagum dengan tukang becak yang barusan ia tumpangi. Parmin melaju ke tempat pangkalan becaknya, orang kaya tadi menuju rumahnya.

Penasaran, orang kaya tersebut pada Jumat berikutnya ingin mengulangi kisah sepekan lalu. Tentu mobil mogoknya sudah normal kembali. Ia meminta sopirnya berhenti tak jauh dari perempatan tempat mangkal tukang becak Parmin tersebut.

Orang kaya tadi minta diantar becak Parmin ke rumahnya. Parmin tidak banyak omong sudah tahu tujuannya. Seperti biasa, turun dari becak, ia memberi sejumlah uang lebih besar dari sebelumnya. Tapi, tetap ditolak Parmin. Alasannya, masih sama seperti Jumat sebelumnya. Orang kaya tadi semakin penasaran.

Jumat berikutnya tiba. Orang kaya tersebut kembali menemui Parmin di pangkalan becak. Kali ini, orang kaya tersebut bertekad ingin mengunjungi rumah Parmin. Ia minta diantar ke rumah Parmin. Parmin tetap menolak.

“Rumah saya sih jelek,” kata Parmin.

“Gak papa, antarsayua aja,” desak orang kaya tadi.

Meski Parmin menolak, orang kaya tersebut tetap minta diantarkan ke rumahnya. Parmin mengayuh pedal becaknya hingga menuju rumahnya.

“Ini pak, tempat tinggal saya. Saya ngekos di sini, Pak,” ujar Parmin tersipu.

Orang kaya tadi tergugah hatinya. Parmin yang seorang tukang becak tinggal di rumah indekos, tetapi masih bisa berbagi dengan orang lain dengan sedekah jasa becak gratis setiap Jumat.

Baca juga: Angin Khajuj, Awal Pendirian Kakbah di Baitullah

Selang beberapa lama kemudian, orang kaya tadi berkunjung ke rumah Parmin. Tetapi mengajak istrinya.

Parmin kaget. Ia tidak menyangkap orang kaya bersama istrinya mau singgah di rumah indekosnya yang jelek tidak sebanding dengan rumah layaknya orang kaya.

Dengan keadaan seadanya, Parmin mempersilahkan masuk orang kaya dan istrinya.

“Maaf Pak, tempatnya jelek,” kata Parmin.

“Tak usah dipikirin, Pak,” ujar orang kaya itu.

Parmin bingung dan kaget atas kedatangan orang kaya bersama istrinya.

“Tumben Pak, ada apa ya Bapak mau kesini?” tanya Parmin tersipu malu-malu.

“Kedatangan kami kesini, punya niat yang baik. Mohon bapak tidak menolaknya,” jelas orang kaya tadi.


Parmin semakin bingung dan bertanya-tanya dalam hatinya.

“In shaa Allah, bulan haji besok kami sekeluarga akan berangkat ke Tanah Suci. Kami merasa berdosa, jika tidak sekalian mengajak Bapak ke sana,” tutur orang kaya tadi.

“Maksud bapak?” tanya Parmin penasaran.

“Iya Pak, kami ingin Bapak juga naik haji bersama kami,” jelas orang kaya itu.

“Betul Pak, bapak tidak sedang bercanda,” kata Parmi menimpali ucapan orang kaya tadi.

“Tidak Pak, kami sungguh-sungguh,” kata orang kaya itu.

Baca juga: Hikmah Kaum Tsamud dan Aad Dijungkirbalikkan

Air mata Parmin menetes haru atas ucapan orang kaya yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya. Dalam batinnya, sebagai tukang becak yang pendapatan tidak jelas sehari-harinya, mendapat anugerah dari Allah SWT untuk berangkat haji.

Parmin menyadari sesadar-sadarnya bahwa Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada hambanya, melalui wasilah orang kaya penumpang becaknya setiap hari Jumat.

Kisah Parmin ini menginspirasi semua umat, untuk tetap yakin dan ikhtiar dengan ikhlas di dunia, akan mendapatkan balasan setimpal yang tidak disangka-sangkat datangnya dari mana.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa pun yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih). (Mursalin Yasland)

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement