Senin 05 Sep 2016 07:00 WIB

Filosofi di Balik Roti Buaya Seserahan Pernikahan Betawi

Roti buaya
Foto: Republika_Aditya PP
Roti buaya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Kalau ingin melihat "buaya putih", datanglah ke pesta pernikahan warga Betawi. Tapi jangan salah sangka, karena sepasang "buaya putih" yang merupakan barang antaran atau serahan dari calon mempelai pria kepada keluarga calon pasangannya hanya berupa roti buaya. Roti berbentuk binatang reptil ini, entah sudah berapa lama, merupakan tradisi yang hampir tidak pernah terlupakan saat acara seserahan waktu akad nikah, di samping uang, baju, kain, dan barang antaran lainnya.

Ridwan Saidi, budayawan Betawi mengatakan, buaya putih merupakan simbol kesaktian dan bukan hewan biasa. Menurut kepercayaan tradisi Betawi, buaya putih biasanya muncul sepasang, tetapi tidak sembarangan menunjukkan keberadaannya. Buaya putih berada di temuan kali (kali bercabang) sebagai penunggu.

Pada masa lalu, kata Ridwan, kali yang ada buaya putihnya berada di Kali Lebak Bulus, Kali Cideng, dan Kali Gunung Sahari. Sepasang buaya putih yang menjaga Kali Gunung Sahari bernama Ki Srintil dan Ni Srintil.

Kali yang "ditunggu" oleh buaya putih dianggap angker. Karena itu, diberi sesajen atau ancak agar tidak mengganggu. Sepasang roti buaya oleh warga Betawi menjadi unsur yang tidak boleh diabaikan dalam acara seserahan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement