REPUBLIKA.CO.ID, Pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya menjadi gelanggang para pejuang Indonesia membuktikan cintanya kepada agama sekaligus Tanah Airnya. Surabaya juga menjadi saksi abadi, arek-arek yang hanya menenteng senapan sederhana berpadu bambu runcing, berdiri gagah menantang penjajah bersenjata senapan mesin. Dari Surabaya pula dunia tahu jika Indonesia sudah merdeka dan enggan tunduk kepada pasukan Inggris dan Belanda, karena tak rela kembali menjadi budak penjajah.
Ancaman berondongan peluru Belanda tak membuat para pemuda Surabaya takut. Seruan jihad fisabilillah membuat para pemuda dan pejuang tak lagi mengenal kata takut mati. Pidato Bung Tomo yang menggelegar lewat audio radio kala itu, membuat gelora semangat arek-arek Suroboyo terbakar hebat.
Merdeka atau Mati! kata Bung Tomo. Semboyan itu menjadi bahan bakar para pejuang merelakan nyawanya demi mempertahankan negara. Para banteng-banteng Indonesia merobek bagian warna biru bendera Belanda, agar Merah Putih yang berkibar di ujung tiang Hotel Yamato. Semboyan itu pula yang menjadikan Indonesia memenangkan peperangan atas agresi militer Belanda.
Guna merawat ingatan akan perjuangan para pahlawan di Kota Surabaya, kami menyajikan edisi khusus hari pahlawan. Tulisan-tulisan berupa napak tilas, riwayat, dan sejarah pertempuran di Kota Surabaya kami hadirkan untuk para pembaca yang ingin mengetahui bagaimana banteng-banteng Indonesia berdiri gagah menantang agresi Belanda. Merdeka Bung!