REPUBLIKA.CO.ID, Di tengah pertempuran yang terjadi di Surabaya 10 November 1945, kawan karib Soehario Padmodiwirio alias Hario Kecik melakukan kesalahan fatal. Namanya Ridwan, ia kawan Soehario sejak kecil yang turut serta dalam perjuangan melawan pasukan Inggris di Surabaya.
Saat perang berkecambuk, Ridwan berinisiatif menerapkan strategi kamuflase. Ia menempatkan senjata artileri di antara gundukan kereta di rel kereta api. Setelah itu, Ridwan menutupi seluruh bagian senjata artileri dengan pohon-pohon pepaya.
Sederhana, tujuannya agar mengelabui musuh, berkamuflase, sehingga musuh terkecoh. Selain dari pada itu, dengan menempatkan sejata artileri di gundukan kereta, Ridwan beranggapan dari posisi tersebut ia dan anak buahnya bisa dapat leluasa memantau keberadaan musuh.
Mendengar penjelasan Ridwan, Soehario yang kala itu menjabat sebagai wakil komandan Polisi Tentara Kemanan Rakyat (PTKR) di bawah Hasanuddin Pasopati kesal. Frank Palmos dalam bukunya yang diterjemahkan Johanes Nugroho berjudul Surabaya 1945 Sakral Tanahku, Soehario mengingatkan pada kawannya yang juga pernah bersama-sama dalam gerakan kepanduan, bahwa strategi kamuflase yang diterapkan justru rentan diketahui musuh.
“Suhario menjawab dengan kesal bahwa jikalau Ridwan bisa melihat pasukan Inggris, merekapun pasti bisa melihat Ridwan!” tulis Frank Palmos menyadur buku Suhario, Memoar Hero Kecik.
Tapi strategi kamuflase ala Ridwan tetap berjalan. Ia tetap memposisikan sejata artileri yang disamarkan dengan pohon-pohon pepaya di rel kereta api. Dan kekhawatiran Soehario pun menjadi kenyataan.
Musuh mengetahui strategi Ridwan. Strategi kamuflase ala Ridwan gagal. Akibatnya anak buah Ridwan yang ditugaskan melakukan pemantauan di posisi itu malah menjadi korban.
“Pasukan Inggris terbukti tidak percaya bahwa pohon papaya bisa tumbuh di atas rel kereta api. Salam waktu sejam, anak buah Ridwan yang berjaga di pos pohon pepaya tersebut telah tertembak,” kata Frank.