SumatraLink.id, Lampung – Sebentar lagi Idul Adha 1445 H, sebagian besar umat Islam mendapatkan jatah daging kurban dari masjid atau mushala satu kantong atau lebih. Agar daging kurban sapi tak melulu untuk lauk makan atau disimpan utuh di kulkas, dapat juga diolah menjadi pentolan bakso.
Sudah menjadi tradisi, selepas hari kurban sebagian warga Kota Bandar Lampung berduyun-duyun mendatangi Pasar SMEP. Para ibu rumah tangga membawa kantong kresek berisi daging sapi menuju beberapa toko bumbu masak yang menyediakan penggilingan daging.
Hanya ada beberapa toko bumbu yang menyediakan mesin penggilingan daging di kawasan Pasar SMEP, Kelurahan Kelapa Tiga, Bandar Lampung. Selepas waktu Subuh warga sudah mulai mengantre untuk menggiling daging sapi. Suara mesin penggilingan kasar memekakkan telinga warga di sekitar pasar.
Salah satu toko bumbu milik Santo menjadi tempat favorit warga. Toko ini selain menyediakan mesin penggilingan, warga mengantre panjang untuk mendapatkan aneka bumbu untuk racikan bakso. Santo telah menyediakan racikan yang pas untuk bumbu pengolahan daging sapi menjadi bakso agar tetap enak disantap.
Toko bumbu masak ini sudah berdiri puluhan tahun. Bila tidak musim hari raya kurban, ia menerima banyak pesanan dari pemilik usaha bakso di berbagai tempat. Aktivitas giling daging tetap berjalan, meski tidak sebanyak ketika hari raya Idul Adha setahun sekali.
“Saya mulai kesini setelah dapat informasi dari kawan. Waktu itu, masih bingung daging hanya disimpan di kulkas. Ia memberitahu agar diolah jadi bakso baru disimpan di kulkas,” kata Lina, warga Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Ngelemang, Kuliner Leluhur Lampung Barat yang Nyaris Punah
Menurut dia, dengan menyimpan pentolan bakso yang telah diolah, sewaktu-waktu tidak ada makanan dapat membuatkan kuah bakso dan dapat langsung dimakan bersama keluarga.
“Jadi, daging kurban tidak hanya dibuat untuk lauk makan saja seperti rendang atau sup daging,” ujar ibu dua anak itu.
Tradisi mengolah daging kurban menjadi bakso tersebut setiap tahun menghiasi tempat-tempat penggilingan yang ada di kawasan Pasar SMEP. Selain warung Santo, ada enam tempat penggilingan daging di sana. Namun, warga lebih rela mengantre panjang berjam-jam untuk mendapatkan racikan bumbu bakso enak siap giling.
Setiap pengunjung yang datang menyodorkan kantong keresek yang berisi daging sapi hasil penerimaan hewan kurban. Pemilik toko mematok racikan bumbunya berdasarkan jumlah timbangan daging sapinya. Dua kilogram daging biayanya Rp 35 ribu, itu pun sudah siap diterima bersih setelah digiling.
Warga yang datang ke warungnya menggiling daging sapi kurbannya ratusan. Mereka membawa kisaran dua hingga lima kilogram. Hanya dua orang yang mengoperasikan mesin penggilingan daging di sebelah tokonya hingga tutup pukul 14.00.
Baca juga: Melestarikan Adat Melinting Melalui Proses Pernikahan
"Meski banyak tempat penggilingan dan warung racikan bumbu bakso, tapi kami sudah biasa dengan warung ini," kata Sulis, warga Bandar Lampung lainnya. Ia sudah mengantre untuk menggiling empat kilogram daging kurbannya selama satu jam lebih.
Di toko bumbu tersebut, racikan bumbu bakso sudah dirancang untuk seberapa banyak daging yang dibawa. Pemilik toko menanyakan berat daging yang dibawa lalu ditimbang, dan racikan bumbu dibuat sedemikian rupa sesuai dengan berat daging yang akan digiling.
Baca juga: Rumah Panggung Ratusan Tahun Jadi Saksi Budaya Melinting Lampung
Sulis mengatakan, racikan yang dilakukan warung Santo dan istrinya memang berbeda dengan racikan bumbu warung lainnya. Karena, hasil rasa yang diperoleh setelah penggilingan dagingnya berbeda.
"Membeli racikan bumbu di tempat lain berbeda jauh rasa khasnya. Mungkin dia sudah berpengalaman setiap hari," ujarnya. (Mursalin Yasland)