REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menekankan enam fokus dalam pengembangan ekonomi syariah nasional ke depan, yakni ekosistem makanan halal, modest fashion, ekonomi pesantren, keuangan syariah, digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah (eksyar), hingga literasi dan edukasi eksyar.
"Kami memberikan enam fokus pengembangan ekonomi syariah ke depan yang tentu saja tidak bisa dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri melainkan perlu terus bersinergi dengan semua pemangku kepentingan," kata Deputi Gubernur BI Juda Agung dalam Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia (KTI) 2024 yang diikuti virtual di Jakarta, Senin.
Dalam festival dengan tema Sinergi untuk Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia itu, Juda menuturkan dalam pengembangan ekosistem makanan halal, akselerasi sertifikasi rumah potong hewan perlu terus dilakukan karena rumah potong hewan menjadi sumber utama pangan halal.
"Kalau dagingnya sudah halal Insya Allah sudah mengatasi sebagian besar kehalalan dari setiap produk makanan," ujarnya.
Sertifikasi halal juga perlu terus diakselerasi sehingga pihaknya terus bekerja sama dengan berbagai halal center di berbagai universitas guna memperkuat dukungan jaminan produk halal.
Untuk pengembangan modest fashion, BI dan para pemangku kepentingan terus mendorong para perancang dan pengusaha modest fashion melalui penyelenggaraan Indonesia International Modest Fashion Festival (IN2MF).
"Dalam IN2MF tahun ini kami fokus pada brand awareness yang mengusung produk pakaian jadi yang high end dan premium serta mengedepankan wastra Indonesia termasuk dari kawasan timur Indonesia," ujarnya.
Selain itu, untuk pengembangan ekonomi pesantren, BI bersama para pemangku kepentingan terus melakukan penguatan dan perluasan model bisnis ekosistem pertanian, perikanan dan peternakan di pesantren.
"Pesantren memiliki faktor pendukung yang sangat besar seperti ketersediaan lahan, SDM yang punya karakter dan juga terutama kekuatan jamaah yang perlu kita optimalkan," ujarnya.
Selanjutnya, sebagai regulator, BI terus mendorong inovasi kebijakan dan instrumen pasar keuangan sebagai alternatif skema pembiayaan serta pendanaan syariah termasuk melakukan inovasi-inovasi model bisnis agar pengelolaan wakaf dapat semakin produktif.
Di samping itu, upaya digitalisasi terus dilakukan baik untuk mendorong industri halal maupun keuangan syariah.
Bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI), BI mengembangkan super apps untuk mengintegrasikan pengelolaan wakaf, yang bernama Satu Wakaf Indonesia.
Kemudian, BI juga fokus pada peningkatan literasi dan edukasi eksyar.
Semakin tinggi literasi maka semakin besar pula penerimaan dan penggunaan produk halal dan keuangan syariah.
Hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama dari semua pihak untuk mencapai target literasi ekonomi syariah sebesar 50 persen pada 2025.
Sementara menurut hasil survei Bank Indonesia yang dilakukan di 10 provinsi, literasi ekonomi syariah masih 28 persen.
"Target literasi ekonomi syariah 50 persen tahun 2025 yang dicanangkan Wakil Presiden tentu tidak dapat kita capai dengan bekerja seperti biasa, sehingga kawan-kawan di Bank Indonesia, KNEKS dan juga OJK sekarang sedang melihat lebih detail bagaimana kita bisa mencapai target 50 persen di tahun depan," ujarnya.