REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PSI Ade Armando menilai langkah Habib Rizieq Shihab (HRS) untuk membuat film KM 50 seperti Vina tidak tepat. Seperti diketahui kasus KM 50 sudah final dan telah diputuskan hingga tingkat Mahkamah Agung.
"Rizieq Shihab mencoba lagi mengaum, begitu lama dia sudah tidak lagi terdengar, kini kembali tiba-tiba bikin gebrakan. Dia bilang dia akan meluncurkan film yang mengisahkan pembunuhan 6 laskar FPI di tol Jakarta Cikampek km 50, ini memang bisa bikin heboh," ujarnya di Cokro TV, kemarin.
Sekadar menyadarkan ingatan, kata Ade, pembunuhan itu terjadi pada Desember 2020. Ketika itu 6 laskar FPI dilaporkan menyerang polisi yang sedang memantau pergerakan HRS.
Setelah melalui aksi kejar mengejar dan saling tembak menembak, polisi akhirnya bisa melumpuhkan FPI. Namun dalam pertarungan itu, kata ia, enam anggota FPI ditembak polisi sampai mati.
Dua polisi yang menembak sempat diadili dengan tuduhan unlawful killing atau pembunuhan di luar jalur hukum. "Namun pengadilan memutuskan polisi bebas dari tuduhan tersebut. Mereka dianggap terpaksa melakukan aksi penembakan sebagai tindakan bela diri karena nyawa mereka terancam," kata Ade Armando.
Hasil pengadilan ini, jelas Ade, yang tidak pernah diterima oleh Rizieq Shihab. Dia merasa laskar FPI telah dzalimi oleh polisi. Menurut HRS, laskar FPI diserang, bukan yang menyerang.
"Pihak jaksa umum juga mengajukan permohonan kasasi atas keputusan di pengadilan tingkat pertama. Tapi pada September 2022 MA menolak kasasi tersebut," ujarnya.
Seusai putusan MA, Rizieq memang memilih diam. Tapi setelah dia memperoleh kebebasan murni pada 10 Juni 2024, HRS seperti sudah merasa cukup kuat untuk mengaum. "Rizieq bilang dia ingin buat film karena terinspirasi dengan kesuksesan film Vina," ujarnya.
HRS ingin menceritakan ulang apa yang terjadi di balik pembantaian KM 50. Ia ingin membangun kesadaran masyarakat tentang kejamnya pelaku pembantaian km 50 yang masih berkeliaran.