Ahad 28 Jul 2024 15:49 WIB

Gus Yahya Tolak Klaim Eksklusif PKB Terhadap NU

Menurut Gus Yahya, banyak kader PKB juga menjadi anggota dan simpatisan parpol lain.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan tengah mengkaji ulang hubungan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan menyebut bahwa anggotanya tidak eksklusif berada di PKB. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam konferensi pers usai rapat pleno PBNU di Jakarta, Ahad (28/7/2024), mengatakan bahwa akhir-akhir ini terdapat artikulasi-artikulasi yang sangat frontal dan tajam terhadap PBNU yang berasal dari PKB.

"Saya harus sampaikan terus terang ada banyak komplain, ada dari peserta pleno dan kemudian untuk mencari jalan kami tidak membuat langkah tergesa-gesa terkait dengan ini," ujarnya.

Baca Juga

Untuk itu, PBNU mengutus Wakil Ketua Rais Aam PBNU Anwar Iskandar dan Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni untuk mengkaji permasalahan tersebut dan memberikan rekomendasi terkait kelanjutan hubungan kedua entitas itu. Kedua tokoh NU tersebut, kata Gus Yahya, memiliki sejarah dengan PKB dan terlibat dalam proses pendiriannya.

Dia menjelaskan menyerahkan proses keseluruhan kepada kedua tokoh tersebut dengan komunikasi akan terus dilakukan mengenai hal tersebut dengan PBNU terkait langkah-langkah yang harus diambil. Dalam kesempatan itu, dia menegaskan bahwa meski warga NU ada yang menjadi konstituen PKB, tetapi banyak juga anggotanya yang tersebar di partai lain.

"Maka yang kami tolak adalah klaim eksklusif PKB terhadap NU," tegasnya.

Secara khusus dia mengatakan bahwa PKB juga tidak dapat menyalahkan keputusan kelembagaan yang dibuat oleh NU karena tidak memiliki otoritas pengambilan keputusan dalam lembaga tersebut. Mengenai apakah akan mengembalikan PKB menjadi bagian dari PBNU, dia menyebut tidak tahu pasti terkait hal itu karena masih dalam proses awal kajian. Sehingga dia tidak dapat memberikan batas waktu penyelesaian kajian tersebut.

"Kita pahamlah ada kepentingan politik di situ, ada agenda-agenda politik di situ, kami paham. Maka kami juga tidak mau melangkah tergesa-gesa," demikian Yahya Cholil Staquf.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement