REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Greenpeace Asia Timur menemukan Cina menurunkan jumlah persetujuan yang diberikan untuk membangun pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) baru pada paruh pertama tahun ini. Tingginya izin PTLU batu bara dua tahun lalu meningkatkan kekhawatiran mengenai komitmen Pemerintah Cina dalam membatasi perubahan iklim.
Berdasarkan tinjauan dokumen proyek, Greenpeace menemukan dari Januari sampai Juli, Cina hanya mengeluarkan 14 izin pembangunan PLTU dengan kapasitas 10,3 gigawatt. Jumlah itu turun 80 persen dibandingkan paruh pertama tahun lalu sebesar 50,4 gigawatt.
Langkah Pemerintah Cina menyetujui PTLU dengan kapasitas 90,7 gigawatt pada tahun 2022 dan 106,4 gigawatt pada tahun 2023 menimbulkan kekhawatiran di antara pakar iklim. Saat ini Cina merupakan garda depan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Namun, Pemerintah Cina sudah menegaskan PLTU masih dibutuhkan untuk memenuhi saat permintaan energi tinggi. Sementara tenaga surya dan angin belum sepenuhnya dapat diandalkan. Walaupun Cina memprioritaskan jaringan listrik dengan sumber yang lebih ramah lingkungan, namun pakar khawatir tidak akan mudah bagi Cina untuk menghentikan penggunaan batu bara ketika kapasitas baru terus dibangun.