Rabu 21 Aug 2024 09:00 WIB

Cina Mulai Batasi Izin Pembangunan PLTU Baru

Saat ini 60 persen listrik Cina masih dihasilkan dari batu bara.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Para petugas membersihkan panel surya di area pembangkitan listrik fotovoltaik berkapasitas 500.000 kilowatt di Ordos, Daerah Otonomi Mongolia Dalam, China, Selasa (30/5/2023).
Foto: ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie
Para petugas membersihkan panel surya di area pembangkitan listrik fotovoltaik berkapasitas 500.000 kilowatt di Ordos, Daerah Otonomi Mongolia Dalam, China, Selasa (30/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Greenpeace Asia Timur menemukan Cina menurunkan jumlah persetujuan yang diberikan untuk membangun pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) baru pada paruh pertama tahun ini. Tingginya izin PTLU batu bara dua tahun lalu meningkatkan kekhawatiran mengenai komitmen Pemerintah Cina dalam membatasi perubahan iklim.

Berdasarkan tinjauan dokumen proyek, Greenpeace menemukan dari Januari sampai Juli, Cina hanya mengeluarkan 14 izin pembangunan PLTU dengan kapasitas 10,3 gigawatt. Jumlah itu turun 80 persen dibandingkan paruh pertama tahun lalu sebesar 50,4 gigawatt.

Langkah Pemerintah Cina menyetujui PTLU dengan kapasitas 90,7 gigawatt pada tahun 2022 dan 106,4 gigawatt pada tahun 2023 menimbulkan kekhawatiran di antara pakar iklim. Saat ini Cina merupakan garda depan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya dan angin.

Namun, Pemerintah Cina sudah menegaskan PLTU masih dibutuhkan untuk memenuhi saat permintaan energi tinggi. Sementara tenaga surya dan angin belum sepenuhnya dapat diandalkan. Walaupun Cina memprioritaskan jaringan listrik dengan sumber yang lebih ramah lingkungan, namun pakar khawatir tidak akan mudah bagi Cina untuk menghentikan penggunaan batu bara ketika kapasitas baru terus dibangun.